Sabtu, 31 Maret 2012

When Bakwan Meet Bakso :) - Cerpen Cinta Terbaru

When Bakwan Meet Bakso :) - Cerpen Cinta Terbaru

WHEN BAKWAN MEET BAKSO

Bakwan dan bakso adalah saksi bisu yang mengawali dan mengakhiri kisahku dan dirinya, kisah kami berdua. Dua makanan itu amat berarti bagi kami, terkhusus bagiku. Yang kini terluka karena bakso! Huh, iya baksolah yang membuat hatiku tergores dan terluka.

Bakwan adalah makanan favoritku, entah kapan mulanya aku pun tak tau. Tapi, yang jelas bakwanlah saksi bisu yang mengawali kisahku dan dia. Aku yang pertama suka bakwan akhirnya mampu menghipnotis dirinya yang dahulu tak begitu suka atau bahkan jarang menyentuh yang namanya “BAKWAN”.

11 November 2011 .
Tanggal itu bertepatan dengan hari ulang tahun kakakku, Teresia. Adalah tanggal jadinya persahabatan aku dan dia.

Bakwanlah! Iya bakwanlah yang menjadi saksi bisu terbentuknya persahabatan kami. Kini, persahabatan itu pun berujung menjadi cinta. Yah, aku dan dia sekarang adalah sepasang kekasih. Kekasih dalam istilah kaum remaja dan kawan dekat bagi  kaum dewasa. Bahkan, dia bukan hanya sekedar kekasih, melainkan sahabat, teman dekat, sekaligus abang bagi kakak, panggilan yang kerab kami sepakati bersama.

7 Desember 2011 adalah awal lembaran baru kami dibuka. Aku dan dia resmi merajut kasih, menjalin cinta. Aku dan dia saling suka, mungkin karena dia adalah sahabatku yang telah cukup lama ku kenal. Dan semua itu pun muncul seiring berjalannya waktu, membawa segala rasa yang kian bersatu.
“Makasih ya, Ryn udah mau buka lembaran baru untukku. Aku janji insya Allah aku bakal jadi yang terbaik, khususnya untuk kamu Auryn.”ucap Reno seusai menyatakan segala rasa yang kian menggebu dihatinya padaku.
“Iya, sama-sama Re. Makasih juga ya udah milih aku dan udah mau berusaha demi aku. Amin!”balasku menanggapi.
“Iya Auryn.”jawabnya dengan nada haru bahagia.
***

Hari demi hari pun berlalu, tak terasa bulan demi bulan pun berganti seiring lamanya bumi yang berotasi. Tak terasa aku dan dia sudah merajut kisah kasih hampir 4 bulan lamanya.
11 Januari 2012 .
Hari lahirku, hari ulang tahunku, hari bahagiaku yang ku rasa tak pernah ada yang spesial dihari itu. Namun, ternyata di tahun ini 2012, menjadi hari yang amat spesial bagiku. Ialah orang pertama yang memberiku ucapan selamat ulang tahun. Tepat pukul 00.00 WIB, ku baca smsnya yang sengaja dia kirim panjang-lebar khusus berisi akan doa, permohonan, dan harapannya untukku.

Tuhan memang tahu apa yang dirasakan hambanya. Entah kenapa, aku terbangun beberapa menit kemudian setelah sms yang dia kirim itu masuk ke handphoneku. Mungkin memang aku ditakdirkan untuk bangun pada saat itu juga hanya untuk membalas ucapan darinya atau karena satu panggilan tak terjawab darinya yang membuatku terbangun. Hahaha, ntahlah yang pasti saat itu pukul 00.30an mataku pun terbuka sembari jari-jari tanganpun menari diatas tombol handphoneku.
***

Langit merah jingga di ufuk timur dari matahari yang mau terbit, berpadu dengan semilir angin sejuk meniup anak rambutku yang lembut bergelombang. Pagi yang cerah membuatku terlena akan nikmatnya hari. Cinta memang tuli dan buta, itulah yang berkecamuk di dadaku saat ini. Sampai aku tak perduli atas perkataan teman-temanku. Aku hanya terfokus akan perasaanku yang sedang kasmaran dilanda butir-butir cinta Reno, kekasihku.

Namun, akhir-akhir ini semuanya berubah 240 derajat. Reno jadi cuek sama aku. Dan perasaan  itu pun rasanya semakin hari semakin menjauh, ntah ia terbang, melayang aku pun tak tau. Dan akhirnya, aku pun memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang telah ku rajut bersama Reno di bulan ke-5 kisah cinta tersebut. Cinta memang berawal bahagia dan penuh canda tawa. Namun cinta berakhir dengan cucuran air mata dan suara tersedu-sedu yang menyelimuti rupa.
Sore itu ..

Sehari setelah hari jadi kami yang menginjak bulan ke-5 dan sehari sebelum ulang tahunnya, aku udah putus tekad untuk mengatakan rasa ketidaksanggupanku bertahan menjalin kasih yang kini melanda jiwa.
“Re, aku mau ngomong sesuatu. Penting!”ujarku padanya lewat handphoneku.
“Re, maafin aku ya! Aku nggak bisa jadi seperti yang kamu mau. Sebaiknya kisah ini berakhir cukup sampai di sini! Maaf Re, aku udah nggak bisa lagi ama kamu.”sambungku pada Reno yang sempat membuatnya kaget.
“Yah, apalah daya tangan tak sampai. Itu semua keputusanmu Ryn. Semoga itu adalah keputusan terbaik untuk kita, khususnya kamu Ryn. Makasih ya, kamu udah jadi motivatorku  selama 5 bulan ini. Bagiku kamulah yang terbaik dari gadis lainnya yang sempat singgah dihati aku Ryn.”ujar Reno menanggapi.
“Iya, Re sama-sama.”balasku tak kuasa menahan tangis.
***

Keesokan harinya,
9 Februari 2012 adalah hari ulang tahunnya, tak ada yang spesial. Yah, di malam harinya sekitar pukul 00.15 WIB aku berhasil ngucapin dan mungkin juga udah berhasil jadi yang pertama. Ku kirimlah sms yang telah ku persiapkan sehari sebelumnya, segala harapan dan doa pun telah ku tuliskan di pesan singkat itu.

Di sekolah …
Belum ada yang tahu tentang kabar berakhirnya hubungan kami. Semua baik-baik saja, hanya saja yah ada yang berbeda dari kami. Yang sebelumnya jauh menjadi semakin jauh hingga saat ini.
“Auryn, auryn. Sini bentar deh! Aku mau ngasih tau kamu sesuatu, penting!”ujar Laras sembari menarik tanganku menuju meja guru yang kebetulan lagi kosong alias nggak ada guru.
“Ryn, aku mau cerita ama kamu. Tapi serius kamu jangan marah ya!”ucap Laras teman sekelasku.
“Iyaiya emang ada apaan sih?”ujarku penasaran.
“Gini, kemarin sepulang les ama Keke, kami kehilangan dia. Ditelefon malah nggak diangkat. Eh rupanya pas kami keluar kami liat Keke lagi makan bakso ama Reno, Ryn.”cerita Laras.
“Oh gitu, santai aja kali! Kami udah putus, Ras! Astagfirullah al adzim, tak ku sangka ternyata dia main belakang ama aku. Mm, nggak ada yang perlu disesali kalo begitu. Keputusanku udah benar! Sst, diam-diam  aja ya! Baru kamu yang tau hal ini, selain dia dan Rere, sahabatku.”pintaku pada Laras.
“Haa? Serius kamu, Ryn? Yah, mungkin itu yang terbaik. Oh ya, mereka memang udah sering makan bakso bareng, Ryn. Trus adalagi, Reno juga pernah nganterin es krim ke rumahnya Keke.”sambungnya.
“Iya, aku serius. Huh, munafik juga tu cowok! Dia nggak pernah ngasih tau sedikit pun tentang hal ini ke aku. Okedeh, makasih infonya, Ras!”ujarku.
“Iya, Ryn. Sama-sama,”balasnya.
***

“Oh Tuhan, sebegitu bodohnyakah aku yang telah dimabuk CINTA? Sampai aku tak tau lagi apa yang telah terjadi padaku, siapa dia, dimana dia, dan bagaimana dia sebenarnya?”ucapku dalam hati.
“Aku tlah disakiti ! Aku tlah dikhianati !”sambungku.

Tapi, walau bagaimanapun aku tetap harus memaafkan dan melupakan segenap keburukan yang tlah ia lakukan untukku. Karena aku tau Engkau saja mampu memaafkan hambamu yang berdosa.

Maafkan aku Tuhan yang telah mencintainya hanya karena mengandalkan perasaanku semata. Kini aku sadar mencintai seseorang itu hendaknya cinta karena mu Tuhan!

Sekarang ia tlah mencinta dan dicintai kekasihnya, teman dekatnya, atau sahabatnya? Ah ntahlah aku pun tak tau, sekarang dia bersama BAKSO bukan BAKWAN lagi. Kini ku hanya bisa berdoa semoga mereka bahagia dan untuknya semoga bisa bahagia bersama Keke. Dan menjadi lebih baik lagi, Amin!

Cerpen Persahabatan Sedih - Akhir Cerita Cintaku

Cerpen Persahabatan Sedih - Akhir Cerita Cintaku

AKHIR CERITA CINTAKU
Cerpen Annisa Ananda

"Vika, ada Radit di luar?" sahabatku  muncul dari balik pintu kamarku.
"Suruh dia pergi! Bilang aku tidak ada di rumah," jawabku tanpa melihatnya.

Aku hanya bisa menyendiri di kamar, tanpa ada siapapun melihatku. Ibu dan Ayahku bercerai. Mereka berpisah saat aku berumur lima tahun. Aku di titipkan oleh Budeku. Seiring waktu berjalan, Bude meninggal dunia. Sampai sekarang aku tak tau siapa Ayah dan Ibuku sebenarnya. Yang ku tahu di dunia ini aku hanya sebatang kara dan aku hidup di dampingi sahabatku, Alya.

Penderitaanku lengkap sudah. Satu tahun lalu kecelakaan maut menimpaku. Waktu itu aku sedang mengendarai mobil, tanpa sadar di depan mobilku, sebuah truk besar lewat dengan kecepatan tinggi dan sampai akhirnya truk itu pun menabrak mobilku. Aku tidak sadarkan diri selama lima bulan lamanya. Radit terus berada di sampingku saat aku tergeletak tak berdaya di tempat tidur. Cintaku pada Radit tak semulus perkiraanku. Ibunya melarangku dekat dengan anaknya karena statusku tidak jelas. Ya, aku terima itu. Aku tersadar kalau status sosialku sangat tidak jelas. Alya mengurusku selama dua tahun lamanya semenjak Bude meninggal dunia. Aku sangat berterima kasih padanya. Namun aku merasa sangat merepotkannya karena sekarang kondisiku mungkin sangat merugikan dirinya.

Dirumah sakit yang menemaniku hanya Radit dan Alya, tidak ada yang lain. Terbangun dari tidur yang panjang, aku depresi. Aku tersadar kalau aku buta dan lumpuh. Aku tidak terima dengan semua yang menimpaku. Penderitaankupun semakin lengkap, aku putus dengan Radit. Kalau hubungan kami terus berlanjut, Ibunya akan melakukan sesuatu padaku meski kondisiku buruk seperti ini.

Hampir setiap hari Radit datang kerumah Alya untuk melihat kondisiku, namun aku selalu tidak ingin bertemu dengannya. Bukan benci padanya, tapi aku hanya menjaga jarak darinya. Aku menyayanginya, mencintainya setulus hati. Aku tersadar, aku tak pantas untuknya. Mungkin kami tidak untuk bersama selamanya.
"Vika, dia ingin bertemu denganmu! Aku sudah melarangnya masuk,"
"Pergi!! Jangan ganggu aku! Pergi kalian,"

Aku berteriak kuat. Menghancurkan barang yang ada di meja. Gelas jatuh dan pot bunga terjatuh. Lantai kamarku berserakan dengan serpihan kaca. Aku mengamuk dan tak perduli siapa yang ada di sebelahku. Terdengar suara pintu terbuka, Radit tiba-tiba masuk kedalam kamar. Dia berusaha menenangkanku. Aku tidak bisa tenang, aku tersiksa. "Pergi, jangan ganggu aku! Pergiii!!!"
"Vika, tenang!! Ini aku Radit."
"Pergi, jangan ganggu aku!!"
"Vika tenang! Jangan hipnotis diri kamu kalau kamu nggak bakal sembuh. Tenang Vika, nggak ada yang ganggu kamu disini. Disini hanya ada aku dan Alya, nggak ada yang lain!!?" Radit meremas lenganku. Air mataku menetes, membasahi pipiku. Dia memelukku, rasanya tenang. "Tenanglah Vika, aku selalu ada di sampingmu," ucap Radit sembari menghusap air mataku yang membasahi pipiku. Sisi lain diriku sangat tersiksa. Orang tua membuangku begitu saja, mengalami kecelakaan dan membuat aku lumpuh. Tapi sisi lainnya, dua orang yang sangat menyayangiku. Radit dan Alya, mereka adalah orang yang paling berkorban dalam hidupku. Terima Kasih.
***

Satu bulan berlalu. Aku merasa nyaman dengan keberadaan Radit di sampingku. Dia selalu menjagaku dan membawaku keluar dari kamar. Awalnya aku takut keluar dari kamar, rasa trauma yang besar tak bisa ku bendung. Namun karena dukungan yang begitu besar darinya, aku memberanikan diri untuk keluar dari kamar. Dan aku terbiasa keluar dari kamar.

Kondisiku semakin membaik. Tapi lagi-lagi musibah menimpaku. Dokter menyampaikan padaku kalau aku terkena Kanker otak. Itu membuatku semakin sangat depresi. Tapi sebisa mungkin hal ini aku sembunyikan dari Radit, aku tak mau dia sedih karena aku. Hanya Alya yang tau aku terkena penyakit ganas ini. "Vika, kamu harus sering-sering keluar, agar kamu terkena udara segar!" ucap Alya sembari mendorong kursi rodaku. "Al, kalau aku pergi nanti, kamu nggak menyesalkan telah mengeluarkan banyak uang untukku?" Alya menggenggam tanganku, dan sepertinya dia duduk di depanku.
"Seumur hidup, aku nggak akan menyesal karena telah merawatmu dan menghabiskan uang banyak. Semua fasilitas ini kalau aku tidak memberikannya pada sahabatku yang lebih membutuhkannya, untuk apa aku memiliki semua fasilitas ini?"
"Kalau aku pergi nanti, jaga Radit baik-baik ya Alya?"
"Vika?" dia menggenggam erat tanganku.
"Aku sangat berterima kasih padamu karena kau telah merawatku selama ini. Sampaikan pada Radit, kalau aku sangat mencintainya, Alya."
"Vika, stop! Aku dan Radit akan membawamu keluar negri minggu ini, kami akan berusaha untuk membuatmu pulih kembali," ucapnya dengan nada serak. Mungkin dia menangis. "Jangan menangis Alya. Biarlah aku dengan penyakitku ini. Aku tidak ingin lebih banyak lagi menyusahkan kalian." Alya memelukku dan menangis di pelukanku. "Jangan menangis, Alya. Allah akan membalas semua kebaikanmu dan Radit. Aku sangat berterima kasih pada kalian," Alya semakin erat memelukku. Dia menangis terisak.
"Vika!!!" teriakan keras terdengar dari taman. "Oh, kamu yang bernama Vika?" dia menyebutkan namaku. Aku tidak tau siapa wanita ini, tapi yang jelas dia marah-marah padaku. "Iya. Anda siapa ya?"
"Aku ibunya Radit. Kamu dukunin anakku ya? Mana mau anakku pada wanita lumpuh seperti kamu? Statusmu tidak jelas, duduk di kursi roda dan buta. Kamu pasti peletin anakku, iya kan?"
"Stop! Anda datang-datang marah dan mencaci Vika. Maksud anda apa? Saya bisa melaporkan anda ke polisi sebagai tuduhan telah melecehkan orang yang tidak anda kenal." Alya marah pada wanita ini. Air mataku menetes, tubuhku gemetar. "Silahkan. Saya juga akan melamporkan kalian karena kalian sudah mencuci otak anak saya. Dengar ya kamu wanita buta, kamu tidak pantas dengan anakku. Anakku ganteng, berpendidikan tinggi. Status anakku sangat jelas, sedangkan kamu berbanding terbalik dengannya."
"Diam! Sekarang juga anda pergi dari rumah saya,"
"Ingat itu! Jangan kamu dekati anakku," ucapnya.
       
Dia pergi dengan kata-katanya yang membuatku tidak enak. Alya menenangkanku yang gemetar sejak dia menghinaku habis-habisan. "Tenang Vika. Kita balik ke kamar ya," ajaknya. "Tidak. Tinggalkan aku sendiri di sini Alya, aku ingin sendiri," pintaku padanya. "Tapi Vika?" telpon berdering kuat di dapur. "Sebentar Vika, kamu jangan kemana-mana ya?" aku mengangguk.

Alya pergi meninggalkanku di depan pintu. Mungkin sekarang aku butuh udara yang lebih segar lagi. Kuberanikan diri untuk pergi keluar rumah. Mendorong kursi roda sendiri. Sampai akhirnya aku berada di taman, sepertinya. Ya, aku bertanya pada orang di sekitar, dan benar ini taman yang ingin ku kunjungi. Aku meminta tolong pada orang sekitar untuk mengantarku ke pinggir danau dan membantuku duduk di kursi panjang. Ia bersedia membantu dan aku banyak-banyak berterima kasih padanya.

Duduk di pinggir danau dan menghirup udara segar. Maaf Alya, mungkin sekarang kamu panik karena aku tidak ada di rumah. Berada di tempat ini, semua masalah bisa hilang seketika. Andai saja aku tidak buta, pasti sekarang aku bisa melihat keindahan di taman ini. Dan andai saja aku tidak lumpuh, aku bisa bermain air bersama Alya. Tapi semua itu hanya mimpi dan tak bisa lagi terwujud. Hanya mimpi!!
"Vika!!" jeritan terdengar, Suara itu sangat tidak asing di telingaku. Bagaimana Radit tau aku disini?
"Vika, kamu kok di sini? Kondisi kamu belum membaik Vika?" dia duduk di sebelahku. Aku tersenyum lebar. "Tidak apa! Aku lebih senang disini daripada di rumah?" jawabku. Radit menggenggam tanganku.
"Radit, kalau aku tidak sembuh, apa kamu masih ingin berada di sampingku?"
"Aku akan selalu berada di sampingmu. Aku nggak akan tinggalin kamu, Vika. Aku sayang kamu,"
"Kalau aku pergi nanti dan takkan kembali, apa kau mencari penggantiku yang statusnya lebih jelas?"
"Kamu ngomong apa? Kamu nggak akan pergi kemana-mana. Aku tidak akan mencari orang lain. Status kamu jelas, sangat jelas." jawabnya. Aku terdiam sesaat dan masih tersenyum. "Radit, terima kasih ya, selama ini kamu sudah menjagaku." ujarku.
"Ya. Sama-sama Vika. Tapi aku masih belum puas kalau kamu belum sembuh. Minggu ini aku dan Alya akan membawamu ke luar negri untuk berobat."
"Tidak perlu. Aku bahagia dengan kondisiku seperti ini. Bolehkah aku bersandar, Radit?"
"Boleh!!"
"Radit, terima kasih ya, kamu sudah banyak menolongku. Allah pasti membalas kebaikanmu dan Alya." ucapku sembari menutup mata. Kepalaku sangat berat, tanganku lemas. Tapi Radit masih terus menggenggamku dengan erat sembari merangkul lenganku. "Sama-sama. Aku janji, kamu pasti sembuh."

Kepalaku semakin berat dan rasanya aku melayang. Aku berada di tempat yang sangat terang, aku terus berjalan sampai aku berdiri di depan Radit dan...
"Vika? Vika?" Radit menoleh melihatku. Dia kaget melihat tubuhku yang wajahku bercucuran dengan darah yang keluar dari hidung. Dia menepuk pipiku dan berusaha menyadarkanku. Air mata Radit menetes. Ternyata aku sudah berada di alam lain. Radit memelukku dan menangis. Maaf Radit, aku harap kamu tidak sedih dengan kepergianku.

Radit jika aku harus memilih untuk bernafas dan mencintaimu, maka akan ku gunakan nafas terakhirku untuk mengatakan "Aku Mencintaimu"

Waiting Love You - Cerpen Cinta Remaja

Waiting Love You - Cerpen Cinta Remaja

WAITING LOVE YOU
Cerpen Hanifah

Cinta sebuah kata yang begitu biasa saja ,tapi bagi teman-temanku itu adalah sebuah kata yang luar biasa yang memberikan banyak kisah dan cerita –cerita dari yang menyenangkan sampai yang menyedihkan untuk hidup mereka.

Menurut teman-temanku cinta adalah suatu kebutuhan ,tanpa cinta kita tak bisa hidup ,tanpa cinta hidup kita tak akan berwarna .Semua pendapat itu tak laku untukku,buktinya aku masih bisa bertahan hidup tanpa cinta,hidupku pun terus berwarna tanpa cinta.Kumpul bareng teman-teman dan keluarga,dapat hadiah ulang tahun,dapat nilai bangus,menang lomba itu adalah hidupku yang berwarna.

Selama hidupku aku tak pernah mengisinya dengan cinta ,kecuali cinta pada keluargaku.Aku lebih senang mengisi dan menyibukan diriku dalam belajar.Bagiku cinta hanya membuang-buang waktu,pikiran,uang,dan membuat ‘cape’ hati.
Akau suka benci ketika teman-temanku bicara begini padaku
“Nera kapan kamu punya pacar?”
“aku nggak mau punya pacar ,aku ingin punya suami,tapi suatu saat nanti ketika aku sudah sukses”
“padahal asyik loe Ner punya pacar ”
“itu menurut kalian kan,menurut aku nggak,ya”dan aku nggak pernah peduli dengan omongan itu.
 
Cerpen Remaja
Cerpen Remaja - Waiting Love You
Setiap hari aku dan teman-temanku selalu berkumpul bersama ditaman atau cafĂ© setelah pulang sekolah,dan teman-temanku kadanag membawa pacarnya,Monik sama Ray,Lady sama Dika,Nidi sama Rama.Kalau mereka bretiga sudah kumpul bersama pacarnya masing-masing,aku bagia dagangan yang nggak laku-laku(dicuekin sama pembeli),mereka sibuk masing-masing.Malah mereka bertiga berkata begini.Tahu nggak perkataan mereka itu bikin aku gondok “Makanya kamu ,tuh punya pacar dong,”mereka selalu saja bilang seperti itu keaku.
“aku punya pacar kok,nih”aku mengeluarkan buku-buku pelajaran dari dalam tasku
“yeh itukan buku”
aku sama sekali tak iri melihat teman temanku dengan pacar-pacar mereka ,lagi pula buat apa kita pacaran ,toh jodoh itu ditangan tuhan ,tuhan yang mengatur semuanya,tuhan yang akan mencarikan pendamping untuk kita nanti,baik bukan?.Jadi buat apa cape-cape kita cari pacar.

Memang kau ini orang yang tak memperdulikan cinta,tapi cinta selalu saja menghampiriku.Aku benci saat-saat itu.Ketika dia dan dia menyatakan cinta padaku,namunaku katakana pada meraka bahwa aku belum siap untuk punya pacar dan akupun tak mau untuk punya pacar dulu.
Sebenarnya apa yang membuat Vino,Kevin,bilang suka keaku padahal nggak ada yag special dari diriku,aku nggak cantik-cantik amat,penampilanku juga biasa ajah,dan aku juga anggak axis disekolah.
***

Semua ini berawal drai kedatangan Vino sebagai tetangga baruku.Semenjak Vino bertetangga denganku,entah kenapa dia selalu menyempatkan diri untuk mampir kerumaku sekedar untuk ngobrol atau bahkan mengantarkan makanan hamper setiah hari dia melakukan itu dan dia juga suka ngajak aku untuk berangkat sekolah bareng,ya kebetulan sekolahku dan sekolah Vino jaraknya nggak telalu jauh juga,tapi yang buat aku nggak sangga pulang sekolah pun dia nungguin aku untuk pulang bareng dan satu lagi kalaupun sekolah dia hari sabtu libur sekolahku masuk,dia tetap jemput aku.Karena itu semua tentu aku dan Vino menjadi lebih dekat.

Aku menganggap kedekatanku dengan Vino hanya sebatas teman biasa,nggak lebih dan aku rasa Vino pun aku rasa menganggap hal yang sama.Tapi teman-temanku beranggapa lain ,kata mereka Vino punya perasaan denganku,karena menurut mereka seseorang yang punya perhatian lebih itu tandanya seseorang itu suka sama kita.Menurut aku pendapat itu salah,belum tentu juga seeorang yang punya perhatian lebih itu tandanya suka.

Hari itu aku ada janji dengan Vino setelah pulang sekolah,dia memintaku untuk menemaninya keBokStore dan ini kali pertamanya aku jalan dengan Vino.Aku belum terbiasa jalan dengan cowok,jadi secara diam-diam aku mengajak Monic,Lady,dan,Nidi untuk ikut denganku tanpa spengetahuan Vino jadi intinya mereka bertika mengikutiku jalan dengan Vino..hehe.

DiBookStore Vino sibuk memilih-milih dan mancari-cari buku yang dicarinya,aku juuga sibuk melihat buku-buku sejarah dan biologi,mumpung lagi ada ditoko buku,sempat-sempatin ajah untuk lihat buku sejarah yang bagus,beda lagi dengan teman-temanku,meeka asyik baca-baca majalah yang plastiknya sudah terbuka.
Sore ini setelah dari BookStore kami menyempatkan diri untuk mampir ke coffe shop sekedar untuk santai-santai sambil minum kopi.Kami memilih duduk didekat jendela besar,sementara teman-temanku berada dipojok ruang,dari tempat itulah Vino tidak akan mengetahui keberadaan teman-temanku.
Diluar sana gerimis mulai berjatuhan membasahi jalanan dan lambat laut gerimis itu berubah menjadi hujan deras yang mengguyur jalanan.Sore ini menikmati moccacino hangat sambil ditemani hujan deras yang membasahi jendela besar disampingku ,air hujan yang membasahi tampak sperti air mancur dikaca.
Mataku terus memandangi tetesan air dijendela,aku sama sekali tak memandang kearah Vino ,aku terus saja memandang kejendela disampingku.
“Nera”Vino memanggilku,memecahkan kesunyian diantara kami
“ya”sahutku tanpa berpaling dari jendela.
“Ra,aku terhanyut ”ucap Vino sambil mengaduk-aduk cappucinonya.
“terhanyut?apa maksud kamu?”aku baru berpaling dari jendela dan memandang wajah Vino.Heran.
“ya aku terhanyut karena memikirkan kamu”Vino memandangku dan itu membuatku sedikit gugup,belum pernah ada orang yang memandangku sedekat ini.
“nge-gombal ajah nih kamu.hahaha”aku mencoba menceriakan suasana,biar nggak terlalu melodramatic gitu.
“aku serius,Ra,nggak nge-gombal”
Tawaku seketika lenyap,aku sempat tak bisa berucap,aku diam sejenak seperti orang gagu,kupandang wajah Vino yang terdiam memandangku,mata kami pun bertemu,namun segera kualihkan dengan memandang kearah jendela.
“aku sayang kamu,Ra”aku tak merespon ucapan Vino,aaku masih terus memandang kearah jendela,mencoba berpikir kata-kata apa yang harus aku keluarkan.
“Vino,didalam menjalankan hidup ini aku punya prinsip dan prioritas.Aku ingin focus belajar untuk masa depanku,karena aku ingin sukses.Bahkan karena prinsipku itu aku sampai melupakan cinta,aku tak mau cinta mengganggu kegiatan belajarku,jadi gue nggak mau memikirkan soal cinta dan pacaran dulu” sesungguhnya aku nggak enak bicara begitu keVino ,tapi mau gimana lagi itu memnag sudah keputusanku,memang sudah prinsipku,jadi harus tetap  diperjuangkan.
“ok lah,aku hargai prinsip kamu,seharusnya aku juga bisa punya prinsip seperti kamu”terlihat kekecewaan diwajah Vino ,namun dia sembunyikan dengan senyuman simpul.Aku jadi turut tersenyum mendengar ucapan Vino
“ruuumah kita kan berdekatan ,lebih enak kalu kita jadi teman,dan kita selalu ada ketika saling membutuhkan,kita selalu ada ketika sedang maupun sedih”
“aku setuju”balas Vino riang
“Monik,Nidi Vino nembak Nera”kata Lady berbisik.
“iya denger.Gimana sih tuh anak malah ditolak,vino kan cakep,kerena juga lagi”bals Monik kesal
“ya udah lah ,Nera ini,hidup,hidupnya dia”sambung Nidi
***

3 hari kemudian.
Siang ini setelah pulang sekolah,kuputuskan untuk mampir dulu keperpus,kebetulan hari ini ketiga temanku lagi pada hangout sama pacar-pacar mereka.Siang ini tumben bangat perpus sepi,biasanya juga rame,pada kemana orang-orang?

Siang ini diperpus,aku mau cari buku kimia,soalnya dibuku paket yang aku punya ada satu materi yang nggak jelas bahasanya.Nah ketika aku lagi dalam perjalanan mencari buku kimia yang aku cari,tanpa sengaja aku ketemu sama Kevin,sang juara olympiade sains tinggat nasional 2011.Kebetulan bangat aku jadi bisa nanya-nanya soal kimia sama Kevin.
“Kevin dibuku paket ini ada satu materi yang nggak jelas bahasanya,dan aku mau cari buku kimia perpus yg lebih jelas,tapi nggak ketemu.Nah mumpung ada kamu disini ,aku minta tolong,ya.Hhmm ajarin aku hihi dan jelasin materi ini”jelasku begitu menyudahi pencarian buku dan duduk dikursi belajar.

Tanpa pikir panjang lagi,Kevin ternyata mau ngajarin aku materi kimia yang aku nggak ngerti,thanks Kevin.Padahal aku sama Kevin nggak deket,cuma saling mengenal kadang menyapa pun jarang,tapi dia dengan baiknya mau ngajarin aku.Sekali lagi,thanks Kevin.

Aku terhanyut dalam penjelasan Kvein,dia begitu rinci dan jelas dalam menerangkan materi kimia,ceper masuk keotak kalau dijelasin sama Kevin.Kalau kaya gini sih bisa setiap hari minta ajarin Kevin dan kalau setiap hari minta ajarin soal kimia,wah bisa ketularan juara sains,nih.
Sepertinya Kevin ini guru kimia yang nyamar jadi anak murid deh,haha.Habis sainsnya pinter bangat,emang nggak salah deh kalau dia jadi juara sin tingkat nasional.

Selesai mentransfer ilmunya keotakku,aku dan Kevin masih berbincang,kami bercerita hal-hal lucu sambil bercanda.Seru sekali.Ternyata dalam kehidupan Kevin banyak kisah lucu yang terjadi,soalnya kata dia saudara-saudaranya itu suka bertingkah aneh,jadi suka menggundang tawa.
Siang ini karena mataharinya terik bangat,jadi Kven berbaik hari mengantarkan aku pulang.
***

“hayo kemaren pulang sekolah dianter sama siapa?”ledek Nidi saat kami sedang berkumpul dikelas.
“kamu tahu?”
“hah kamu dianter pulang.Wah..wah pas kemaren kita jalan ternyata kamu punya gebetan ya?gak bilang-bilang kita lagi”sambar Monic.
“ihh yang kemaren nganter aku pulang tuh Kevin,dia bukan gebetan aku kok,dia Cuma nganter aku pulang doing.”
“hah?Kevin yang juara sains itu?”Tanya Lady tak pecaya.
“iya”
“Kevin,dia sebenernya tuh cakep,cumin karena kebanyakan belajar sains dan pakai kacamata,gantengnya jadi ketutupan.Jadiin pacar kamu ajah Ner”kata Monic lagi
“ihh apaan sih”

Akhir-akhir ini aku merasa jadi dekat dengan Kevin,mungkin karena kejadian waktu itu dan kamu pun jadi saling membutuhkan,aku butuh dia untuk kimia,dia butuh aku untuk sejarah dan ekonomi.
Aku senang bisa dekat dan berteman dengan Kevin,dia baik,dia pintar,dan nggak pelit dalam berbagi ilmu,apalagi jika aku kesulitan dalam belajar kimia dia selalu ada ketika aku butuh.Kadag dia juga suka anter aku pulang.

Lagi-lagi teman-temanku berfikir kalau Kevin menyukaiku.OK kuberi dua jempol untuk mereka yang waktu itu sudah benar,bilang bahwa Vino menyukaiku dan ternyata benar.
“kamu itu nggak peka sama orang.Lihat dia,baik dan perhatian sama kamu,coba kalau sama yang lain dia biasa ajah tuh.Itu tandanya dia suka sama kamu Nera sayang.”

Yaampun benar ucapan Nidi,aku memang nggak peka sama orang,mungkin akunya terlalu cuek.Untuk kali ini ternyata pemikiran teman-temanku benar lagi.Kevin menyukaiku.

Waktu itu dimalam sabtu,Kevin mampir kerumahku,katanya mau pinjam buku sejarah yang waktu itu aku beli diBookStore,soalnya katanya lagi ada hal yang penting yang perlu dia catat.Karena yang bakalan dia catat dari buku itu Cuma sedikit,jadi sekalian ajah dia nyatatnya di rumah aku.

Malam itu diatas rumput hijau,dibawah langit hitan dengan bintang-bintangnya yang bertaburan,aku duduk menemani Kevin mencatat,sambil memandangi bintang-bintang.
“kalau misalnya ada bintang jatuh,kamu mau minta permohonan apa?”Tanya Kevin disela-sela mencatatnya.
“hhmm semoga aku akan selalu bersama teman-temanku sampai tua nanti,kalau permohonan kamu apa?”Tanyaku masih memandangi langit.
“aku ingin jadi kekasihmu”

Aku serentak kaget,lalu kualihkan wajahku keKevin,dia lalu memandangku.Lama.
“kamu?”ucapku penuh tanya tak percaya.
“aku serius”katanya masih dnegan memandangku,aku jadi gugup sendiri.

Hatiku tiba-tiba bergetar hebat,aku merasa kan hal yang lain dihatiku ,aku belum pernah merasakan ini sebelumnya.Apa jangna-jangan ini yang namanya jatuh cinta.Ah,iya mungkin ini!aku jatuh cinta??.

Aku nggak tahu harus jawab apa ini sulit bangat.Ini pertama kalinya aku jatuh cinta ,aku bingung harus bilang apa,ini masalahnya menyangkut prinsip hidupku.Aku nggak mau sampai menghancurkan prinsip hidupku.
“aku,…hmm…”kutarik nafas pelan,lalu kupandang wajah Kevin.Dalam.
“kalau kamu ingin itu,tunggu aku ya sampai lulus SMA.”

Mata kami bertemu dia membisikan sesuatu “ok ,aku akan setia menunggumu”
“sorry,ya kalau harus menunggu.Tapi kamau harus tahu ini.”
“aku sayang kamu,kok”bisikku pelan.
Ini pertama kalinya aku seperti ini,kutegaskan sekali lagi,PERTAMA KALINYA,untuk aku punya perasaan pasa seseorang.

Cerpen Cinta Remaja Terbaru - Start in My Heart

Cerpen Cinta Remaja Terbaru - Start in My Heart

START IN MY HEART
Cerpen Hanifah

Sudah lama aku menantinya,aku menunggunya,aku mengejarnya.Mengejar cintanya.Aku mencintainya tapi aku juga kesal dengannya,kesal karena tak ada respon darinya.

Aku selalu memberikan tanda cinta,aku mengajaknya bicara ,mengajaknya jalan,menyatakan cinta padanya,tapi dia hanya membalas ajakanku itu dengan senyuman.Meskipun hanya dengan senyuman,namun senyumannya itu telah meruntuhkan hatiku.Ada satu hal lagi yang dia lakukan selain dengan tersenyum.Dia menggenggam tanganku,lembut lalu dia pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Aku memang sudah lama mencintainya sekaligus mengaguminya,namun baru-baru ini aku mencoba untuk mengajaknya jalan tapi respon yang aku dapatkan hanya sebuah senyuman manis.Semenjak itulah aku bertekad ingin menyatakan perasaanku,namun yang aku dapatkan justru senyuman dan genggaman tanganya.

Setelah kejadian itu aku tak lagi mencoba untuk mendekatinya,aku ingin mencoba menormalkan suasana kembali seperti dulu ketika aku belum mengenalnya.Audy.Meskipun sebenernya hatiku masih untuk Audy.

Cerpen Cinta Remaja
Cerpen Remaja - Start in My Heart
Aku tak tahu mengapa,semenjak aku mencoba untuk melupakannya,aku tak lagi mendekatinya.Dia tak pernah terlihat lagi dikampus,semenjak itu aku benar-benar sama sekali tak melihatnya.Aku merindukannya,merindukan sosoknya yang yang cuek,kalem,dan dingin terhadapku.Aku merindukannya karena aku masih menyayanginya.
“Raffi,apa yang buat loe tergila-gila sama Audy?”Tanya Widi teman dekat Audy.

Rasa sakit itu yang membuatku untuk tak mengenal lagi yang namanya cinta,aku tak  mau kehilangan untuk yang kedua kalinya ketika rasa saying masih ada dihatiku.
Tias,dia wanita yang dulu amat kucintai.Dulu kami berjanji akan selalu ada disaat senang maupun susah sampai nanti saatnya tiba untuk kami menikah.Tapi suatu ketika,keluarga Tias memustuskan untuk pindah keVenesia,Italia.Dengan berat hati aku terima keputusan keluarga Tias dan aku pun juga harus menerima apa keputusan Tias yang memutuskan hubungan kami.Ketika itu aku masih amat mencintainya,aku sulit menerima ini,aku sulit kehilangannya.Aku mencoba untuk berkomunikasi dengan Tias,tapi tak pernah terbalaskan olehnya.Tias telah melupakan aku.

Semenjak itulah aku tak mau mencari seorang pengganti Tias,dia maasih belum tergantikan dihati.Namun semenjak beberapa bulan memasuki masa kuliah aku melihat sosok Audy,sosok yang membuatku penasaran yang bagiku dia sosok yang bisa menggantikan Tias.Lambat laut seiiring berjalannya waktu hati ini rasanya ingin terus bersama Audy,aku baru sadar,bahwa aku menyayanginya.
“terus apa yang kamu lakukan untuk menarik hati temanku?”Tanya Widi lagi.

Audy yang aku lihat dia sosok yang pendiam,cuek dan dingin,dia cewek yang aku lihat selalu sendiri,dikesendiriannya itu aku mencoba untuk menghampirinya,menghiburnya,tapi aku tak tahu mengapa Audy selalu menghindar dariku dnegan pergi begitu saja.Dia amat misterius bagiku.

Aku ingat waktu itu ,aku menghampirinya ,ketika Audy sedang duduk temangu sendiri dibanggu taman kampus.
“hy,Audy”sapaku sambil tersenyum padanya,dia pun membalas sapaanku dengan senyumannya.Aku lalu duduk disampingnya.Ditempat itu kami tak saling bicara untuk beberapa menit.Audy lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.Sebuah mawar putih.Aku aneh apa maksud Audy dengan mawar putih itu.Audy tiba-tiba memandangku,tersenyum lalu diberikannya mawar putih itu padaku dan dia pergi begitu saja meninggalkanku.
**

Hari-hari selanjutnya,aku senang ketika melihat Audy tersenyum gembira saat namanya tercantum sebagai pemenang dalam competinsi fashion.Meskipun aku belum bisa memilikinya,aku hanya bisa melihat orang yang aku sayangi bahagia saja aku sudah senang.

Aku juga senang ketika melihat Audy tertawa lepas saat menonton festival komedi dikampus.
“pagi”sapa Audy dengan cerianya saat kami perpapasan.Ini pertama kalinya Audy mengucapkan kata untukku,sebuah sapaan selamat pagi dan untuk yang pertama kali,dia menyapaku duluan.
“ini”katanya lagi dengan suaranya yang renyah,dia menyodorkan selembar kertas padaku lalu dia pergi.

FESTIVAL GITAR…malam ini jam 19:00.Ditaman bunga warna.
Dibelakang tulisan itu,terdapat tulisan yang menyatakan bahwa Audy mengundangku untuk dating kefestival gitas jam 19:00.
Malam harinya aku telah siap untuk datang kefestival gitar.Aku tak percaya ini Audy mengundangku ke acara festival gitar,aku benar-benar tak percaya.
Sampai ditempat acara,disana orang-orang disambut dengan alunan suara gitar klasik dan juga pemandangan dari pernak-pernik dari gitar.Ditempat itu panggung kecil namun elegan telah disiapkan dengan kursi-kursi kecil yang telah tersusun rapi didepannya.

Mataku terus mencari-cari sosok yang mengundangku kemari,aku tak melihat-lihat sosoknya sedari tadi saat aku tiba.Aku terus sibuk mencari-cari Audy,tadinya aku berfikir,apa Audy mengerjaiku?namun pikiran itu hilang ketika ada yang menepuk pundakku.Kukira itu Audy,namun ternyata panitia festival.
“mas,silahkan duduk dikursi no.1 yang berada didepan panggung itu”

Tak perlu pikir panjang lagi,aku langsung menduduki kursi no.1 itu.Mungkin Audy  yang telah menyiapkannya untukku dan mungkin sebentar lagi dia akan datang.
Kursi-kursi yang berderet didepan panggung itu mulai penuh dengan pengunjung festival ketika keadaan panggung yang gelap berubah terang begitu lampunya dinyalakan dan terlihat sosok orang yang aku cari,Audy.Dia menyapa penonton yang ada disana.Lalu dia duduk dikursi tinggi dan duduk dengan elegan bersama gitarnya.
Pertunjukan dimulai,Audy menyanyikan lagu  just a dream veris gitar.Alunan suara dan gitanya begitu lembut dan santai,sangat merdu didengar.
Pertunjukan selesai ,Audy kembali menyapa orang-orang yang menontonnya,aku menatapnya,dia kembali menatapku dan tersenyum padaku.
**

Beberapa minggu kemudian diperayaan Fashion&music dikampus,malam itu aku bertekad menyatakan semua tentang perasaanku.

Ditaman kampus yang dihiasi tanaman mawar putih,serta lampu-lampu warna-warni,disana aku menghampiri Audy yang sedang berdiri memandangi bunga-bunga mawar putih dihadapannya.
“malam”sapaku begitu tiba dihadapan Audy
“malam juga”balasnya,tanpa mengalihkan pandangan dari bunga mawar.

Malam itu Audy terlihat sangat cantik dengan gaun merahnya dan rambutnya yang terurai.
“ada apa”Tanya,baru mengalihkan pandangannya.
“ada sesuatu yang ingin aku katakan”kuhadapkan tubuhku kegadis dihamping
“apa?”katanya
“aku menyayangimu”kataku pelan.

Tak ada respon  sama sekali yang ia ditunjukan,dia tak bicara sepatah katapun,kami terdiam,lama.Aku menunggunya,menunggu jawaban darinya.Audy,dia menatapku,dan menggenggam tanganku erat,namun dia tetap diam.
Audy sekejap memejamkan matanya,sperti ada sesuatu yang dirasakan dalam hati dan pikirannya.Perlahan dia melepaskan genggamannya dan pergi meninggalkanku.
Sejak malam itu,esok,dan hari-hari berikutnya,aku tak pernah melihat sosok Audy lagi.Aku tak tahu kemana dia.

Namun suatu hari penyakit adikku kambuh,dengan sangat harus aku membawanya kerumah sakit ,aku menemani adikku setiap hari sampai aku harus rela meninggalkan kuliahku untuk beberapa hari ini,dikarenakan orang tuaku harus dinas keluar kota dan tak bisa mengurusnya.Tapi karena hal itu disini,dirumah sakit ini aku bisa bertemu sosok orang yang amat aku rindukan,namun aku tak percaya ini,dia sosok yang aku rindukan sedang terbaring lesu dengan peralatan  medis dirunag UGD.Aku lemas melihatnya,aku sulit menerima ini,apa yang terjadi dengan Audy,wanita yang aku sayangi.
“ya,begitulah ceritanya”kataku pada Widi

Widi menarik nafas pelan”harus kamu tahu Raffi,dia seperti itu karena dia terlalu memendam perasaannya dalam-dalam.Dia amat menyayangimu lebih dari rasa sayang kamu pada Audy.Semua hal yang dia lakukan,memeberi mawar untukmu,mengundang kamu melihat pertunjukannya itu semua dia lakukan untuk menunjukan rasa sayangnya padamu.Kau tahu kan dia lebih banyak diam,bahkan bicara pun jarang,itu karena penyakitnya yang membuatnya lebih memilih untuk dia.Karena katanya jika dia banyak bicara dengan orang lain penyakitnya pasti akan diketahui,dia tak ingin orang yang disayanginya mengetahui penderitaannya,dia tak ingin melihat orang lain susah juga karena dirinya”jelas Widi.
Detengah pembicaraan ku dnegan Widi.Air mata mengalir dari mata bening Audy.
**

Keesokan harinya ,datang sebuah kabar mengejutkan.Kbar yang sangat-sangat membuatku seperti mati rasa.Kabar ini tentang Audy,dia pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya dan tak akan pernah kembali.
Dirumah sakit telah terbaring kaku seorang wanita yang telah merubah tentang perasaanku,Audy.Hari ini untuk yang terakhir kaliya aku melihat wajah Audy,namun aku tak bisa melihat senyumnya.Aku memeluk Audy erat untuk yang terakhir kalinya,aku menangis.

Dia telah pergi jauh meninggalkanku dengan membawa rasa cintanya yang belum dia ungkapkan sendiri.Audy telah pergi dari bumi ini,namun cintanya masih aku rasakan dihati.

Cerpen Cinta Sedih Terbaru - Akhir Sebuah Cinta

Cerpen Cinta Sedih Terbaru - Akhir Sebuah Cinta

AKHIR SEBUAH CINTA
Cerpen Erna Gusnita

Apakah ini yang engkau sebut suatu usaha cara kerja cinta. Siang malam memikirkan sang pujaan hati. Merasa senang jika ia memperhatikanmu. Jika ia dekat merasa lengkap sudah kebahagiaanmu, dan ketika ia jauh lengkap sudak penderitaanmu. Bahkan ketika dia dekat sama cewek lain dan cuek samamu, engkau rela menangis bahkan tangismu melebihi ketika kena marah ortumu. Dan kadang ketika engkau ketemu tanpa disengaja engkau ketawa sendiri. Disebut gilapun engkau mau.

Berhati – hatilah dengan cinta, karena cinta bisa membuat engkau rapuh. Bahkan bisa membuatmu seperti orang setengah waras. Cinta itu memang gila, apalagi ketika engkau tertarik sama satu cowok. Bagi engkau dia lah satu –satunya cowokyang sempurna. Tak ada yang bisa menggantikan dia dihatimu. Itulah yang dirasakan Nela, cewek berdarah padang ini rela meninggalkan kota kelahirannya. Ia sudah tak sanggup tinggal lama – lama di padang karena selalu terpikir cowok idamannya. Ia ingin sekali melupakan cowok itu sesuai keinginan cowok itu. Baginya Romi melibihi segala - galanya.


Sekarang Nela sudah berada di Batam. Tahukah engkau dengan Batam? Jika engkau belum tahu, akan kuberi tahu sedikit. Batam adalah sebuah pulau kecil yang dikelilingi oleh banyak laut. Meskipun pulau kecil, namun kota ini banyak dituju orang – orang untuk melanjutkan hidup. Dari penjuru nusantara setelah mereka tamat sekolah, nereka melakukan urbanisasi ke Batam. Batam adalah sebuah kota industri,jika engkau kesini pastilah engka akan takjub melihat bagaimana orang – orang memperjuangkan hidupnya. Siang malam sama saja. Kerana separoh kerja siang dan separoh kerja malam. Itulah sekilas tentang Batam.

Sore yang serah, Nela sudah bersiap – siap untuk pergi ke kampus. Pakai celana jeans dipadu kaos oblong warna pink dan dilapisi jaket warna kuning. Bagi orang mungkin agak norak, namun ia suka perpaduan warna seperti itu. Setelah siap dandan dia raih sebuah tas. Kakinya melangkah menuju kampusyang terletak tidak terlalu jauh dan juga tidak terlalu dekat dari rumahnya. Setiba di kampus ia langsung menuju kelas, disana sudah berdiri teman – temannya. Mereka adalah Dhini, Natan dan Pina. Mereka sudah akrab sejak semester satu. Sampai sekarang sudah dua semester mereka berteman, semuanya baik – baik saja. Semakin lama semakin akrab.
“ Ada tugas gak? “ Tanya Nela begitu dekat.
“ Gak ada kok “ Jawab Natan.

Tiba – tiba pandangannya tertuju ke Pina yang sibuk telfonan. Nela pun mendekati Pina, lalu :
“ Halo, ini siapa? “ Nela pura – pura nelpon.
“ Ini anak, baru datang langsung ganggulah. “ Kata Pina.

Dhini dan Natan ketawa aja, mereka tahu Nela memang anaknya agak usilan.
“Ada apa ya? “ Kali ini suara Nela agak keras.

Pina pun berdiri dan jalan keluar kelas diiringi suara tertawa Nela.
“ Eh, udah ada persiapan ujian belum? “Tanya Nela kemudian.
“ Tenang aja kan ada Dhini...” Jawab Natan
“ Tenang apanya,, dia kan kalau ujian mana mau liat kita. “ Seru Nela.
“ Enak aja loe ya “ Kata Dhini.
“ Fakta nek..” Nela membela diri.
“ Oya Tan, aku nitip uang ujian ya, sekalian ambilin kartu ujianku ,

besok aku kerja ampe jam 5 sore. “ sambung Nela.
“ Kapan gajiannya nih? “ Tanya Natan.
“ Teraktir dong.... !! “ Teriak Pina dari luar kelas.
“ Aku masih lama lagi, Dhini tuh yang baru gajian tanggal muda...”
“ Makan kemana Dhin ? “ Tanya Nela.
“ Gorengan aja ya “ Jawab Dhini.
“ Oouh... gak mau, masak gorengan. “ Bantah Nela.
" Ke Aviarilah nek.. “ Usul Pina.
“ Siipp,,Itu baru ide bagus... “ Kata Natan dengan dua jempolnya.

Tiba – tiba dosennya masuk, mereka duduk tanpa keluar kata sepatah kata pun. Belajar kalkulus IV benar – benar membuat otak seperti dibolak – balik. Namun keempat mahasiswi ini suka pelajaran eksak. Jam pelajaran pun telah usai. Karena sudah mengantuk Nelapun langsung pulang kerumahnya. Sesampai di rumah sudah jam 22.00 WIB. Nela langsung shalat ‘isya. Setelah itu ia baringkan langsung badannya yang tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gamuk itu di kasur. Tak lama kemudian melayanglah ia ke alam mimpi. 
****
Tiga hari telah berlalu, ujian akhir semester telah tiba. Semua mahasiswa tidak ada yang melanggar peraturan yang ada. Mahasiswa pun tertib tidak ada suara. Selama seminggu ujian di UNRIKA berjalan dengan lancar. Setelah selesai ujian Nela agak lebih santai. Ia hanya fokus keperkerjaannya sebagai tenaga pengajar di suatu yayasan.

Suatu malam sekitar jam 02.00 WIB, hp miliknya berdering. Ia pun meraihnya.
“ Halo “ Sapa Nela.
“ Halo juga, udah tidur ya tadi?? “ Terdengar suara cowok diseberang sana.
“ Sudah, ini siapa ya ? “ Tanya Nela.
“ Romi “
“ Romi mana ? “
“ Ala lupo yo samo abang ? “ ( sudah lupa ya sama abang )
“ Maaf, soalnya Nela kenal dua Romi. “
“ Pake bahasa Minang ajalah, Romi mantanmu temannya Dedek. “
“ Owh... ada apa bang ? “
“ Nggak ada apa – apa Cuma mau tanyain kabar. “
“ Kabarku baik – baik aja “
“ Katanya kemarin sering bolos kuliah, apa bener tuh ? “
“ Itukan semester I bang.
“ Sekarang ? “
“ ndak pernah lagi bang. “
“ Syukurlah, kuliah yang rajin... oya, kapan pulang ? “
“ Nggak tahulah, emang kenapa? “
“ Nggak ada apa – apa Cuma tanya aja. “
“ Aku mau pulang tanggal 9 Agustus, mau nggak jemput ke bandara ? “
“ Kalau bisa ya... “
“ Ya udah aku pulang seminggu lagi ya.. “
“ Ya udah, udah dulu ya.. “
“ Yuppzss.. “
“ Assalamu ‘alaikum “
“ Wa ‘alaikum salam “

Nela pun tersenyum gembira. Ia pejamkan lagi matanya. Tak lama kemudian tertidurlah ia dengan lelap. *****
“ Aku sudah di bandara bang. “ Kata Nela
“ Maaf abang ada urusan. “ Jawab Romi.
“ Ouwh... Ya udah gak apa – apa . “ Kata Nela sedikit lesu.

Nela pun kecewa sama Romi, Romi nggak jadi menjemputnya. Terpaksa ia telpon sepupunya. Satu jam kemudian sepupunya datang menjemput. Baru sebentar saja meninggalkan kota Padang namun Nela  udah mulai lupa. Mereka tidak langsung pulang, tetapimutar – mutar kota Padang dulu. Sekitar jam 14.00 WIB barulah mereka menuju kampung kelahirannya yaitu Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan. Tahukah engkau dengan Pesisir Selatan ? Jika engkau pernah kesana pastilah engkau akan terkesima dengan pemandangannya. Disana engkau akan melihat pantai dan ombak yang indah sekali. Dan disana engkau juga akan melhat hutan yang terawat dan alamnya yang masih alami. Disepanjang jalan engkau akan melihat sawah luas yang subur. Pesisir selatan berbatasan dengan Kerinci dan Bengkulu. Rata – rata mata pencarian penduduknya adalah petani dan nelayan. Namun mungkin yang akan membuatmu kesal didalam perjalanan adalah banyak sapi yang berserakan di jalan – jalan. Di sini, sapi – sapi dilepas dan dibiarin oleh pemiliknya dari pagi sampai sore. Setelah sore barulah sapi dimasukkan kekandang. Begitu juga yang dialami Nela dan sepupunya selama dalam perjalanan.

Setelah satu tahun ia tinggalkan ternyata kampungnya tak jauh berbeda. Tiba – tiba sepupunya membuka pembicaraan.
“  Pas banget Nela pulang sedang musim durian “
“ Tujuan utama itulah Da. “ Kata Nela.
“ Sekarang di kampung awak malamang. “ Kata Uda Nela.

Malamang adalah memasak lemang yang trbuat dari beras ketan dan dimasukan kedalam bambu yang sudah dibersihkan. Setelah itu di tarok dekat api. Apinya harus dari kayu. Malamang ini biasanya dilakukan setiap mau bulan ramadhan, menyambut idul adha, maulid Nabi Muhammad SAW, serta hari – hari besar Islam lainnya. Intinya untuk menyambut hari besar umat Islam.
“ Iya ya da, emang tidak salah lamgkah. “
“ Kamu suka kan sama lamang ? “
“ Tidak terlalu suka, tapi pas buatnya Nela suka. “
“ Dari segi mana sukanya, kena api ya ? “ Tanya sepupunya tertawa
“ Bukan da, tapi itu. “
“ enapa emangnya ? “
“ Gini loh da, orang – orang disini kalau malamang pasti memasaknya

Bersama – sama, ada yang gabung dari dua rumah bahkan lebih, nah dari sana menunjukkan kekompakan dan karena itu juga bearti telah mempererat tali silaturrahmi. “
“ Benar juga ya, sejak kapan kamu pintar sampai berpikiran kesana “
“ Dari dulu sudah pintar ya. “ Jawab Nela senyum.

Tanpa disadari Nela sudah sampai di rumahnya. Wakyu turun dari mobil dia bengong – bengong sendiri.
“ Kenapa la ? “
“ Sepi beda aja. “
“ He he . . , kan belum libur La. “
“ Tante pulang ma .” Teriak keponakannya.
“ Mama mana ? “ Tanya Nela pada neneknya.
“ Belum pulang kerja. “ Jawab kakaknya.
“ Kerja juga hari ini pulang jam berapa ? “
“ Bentar lagi. “

 Tak lama kemudian mamanya pulang dari kerja. Baru saja mamanya pulang langsung ia ajal mandi ke sungai. Mereka mandi Cuma sebentar karena suah mau magrib. Sepulang dari mandi ia duduk di ruang tamu. Keluarga besarnya lagi ngumpul karena kebtulan malam ini ada acara di mushala. Sebelum ke mushala semua berkumpul. Nela bergerak mengambil kopernya, lalu ia kelompokkan baju – baju. Keponakannya yang paling gede menghampirinya.
“ Baju buatku ya Nte ?
“ Bukan, buat nenek dan ini buat mamamu. “
“ Buatku mana? “ Tanya ponakannya yang kecil.
“ Ni ada satu tante beliin, tapi buat yang lain itu bukan yang baru lho.
“ Gak apa – apa, buat ku Nte ? “ Tanya yang paling besar.
“ Kamu aja semuanya. “
“ Bener Nte ? “
“Bener, baju tante yang tante tinggalin tahun lalu nggak kamu Ambilkan ?”
“ Nggak, kecuali nenek yang kasih.”
“ Ya, udah ambillah semua “

Badan mereka memang sama besar, namun keponakannya lebih tinggi sedikit dari Nela. Nela pun duduk lagi, tiba – tiba
“ Uni Nela apan pulang?” Tanya Ina yang baru datang.
“ Sore tadi baru nyampe. “
“ Uni tolong ajarin matematika, aku ada PR namun gak ngerti. “
“ Tentang apa? “
“ Integral parsial dan integral subtitusi.”
“ coba liat .“

Nela pun mengerjaka soalnya dengan mudah. Setelah itu baru ia menjelaskan kepada Ina. Inapun menganggul – angguk.
“ Makasih ya Ni. “
“ Sama – sama.”

Ina pun pulang lalu mama Nela berkata,
“ lom habis capek dah ada yang nanya PR. “
“ Biasa ajalah Ma.”
“ Kamu ikut ke Mushalla gak? “
“ Di rumah aja, paling juga gak ada anak gadis. “
“ Ada kok, pergilah selagi masih ada di kampung. “
“ Aku capek Ma, aku bantu antar makanan aja ya. “
“ Tapi awas ya kalau nonton tv.”
“ Iya.”

Nela pun membantu Mamanya mengantar makanan ke Mushala. Setelah itu ia pun pulang dan duduk di teras rumahnya. Sedang duduk di saku kanannya ada yang bergetar. Ternyata ada sms dari Romi.

Mlm La,sdh smpe rumah?
Replay,     Mlm jg,udh        send.
Syukurlah
Kpn ke rumh? suntuk ne..:(
Tak lama kemudian balasan dari Romi datang,
Replay,   send.

Setelah itu tak ada lagi balasan dari Romi. Nelapun mulai merasa kecewa ma Romi. Dalam hatinya terpikir “ ternyata Romi tidaklah berubah, ia tetap pengen jauh – jauh dariku, ia takkan mau melihatku. Mudah – mudahan aja aku bisa melihat dia. ” Nela pun beranjak dari tempat duduknya menuju tempat tidur. Ia terlalu capek hari ini, apalagi suasana dingin membuatnya tidur lebih cepat.
****

Nelapun terbangun karena Mamanya membuka pintu jendela kamarnya. Jendelanya terletak disebelah timur. Cahaya matahari masuk ke kamarnya.
“ Bangun La, udah jam 08.00 ni “
“ Ntarlah Ma, dingin dan ngantuk banget. “
“ Eh, gak baik tidur jam segini, udah biasa ya disana kayak gitu? “
“ Nggak juga, ni karena dingin aja. “
“ Pokoknya bangun, sana mandi!! “
“ Tidur bentar lagi Ma. “
“ Kamar ni rapikan, bangun cepat!!”Mamanya agak emosi.

Dengan malas Nela pun berjalan keluar kamar. Mamanya merapikan tempat tidur karena anaknya keluar begitu aja. Setelah selesai Mamanya ke dapur, tiba – tiba ia merasa aneh. Ia menggrutu,
“ kok, nggak ada orang dikamar mandi “

Lalu Mamanya berjalan ke kamar belakang. Kamar itu kosong. Lalu mamanya berjalan ke kamar depan. Ia lalu mencubit kaki Nela yang tidur di kamar tamu.
“ Oh,jadi mau nyambung kesini, disuruh mandi juga.”
“ Aduh!!! Duh Mama ni ganggu ajalah.”
“ Nggak baik tidur jam segini.”
“ Jadi malasdi rumah, nggak puas tidurnya.”
“ Jadi kamu di sana jam segini masih tidur? Pantas tuh muka pucat.”
“ Mana ada pucat.”
“ Liat di kaca sana.”

Nelapun tak menghiraukan kata – kata mamanya. Ia berjalan ke kamar mandi. Setelah selesai mandi ia ngumpul sama teman – temannya. Di jalan ada yang minta sumbangan untuk acara. Lama duduk disana akhirnya Nelapun kebagian juga untuk minta sumbangan. Lalu tiba – tiba datang sebuah motor mio. Ia pun melambaiakan tangan, lalu jantungnya berdebar – debar. Tiba – tiba yang mengendarai motor itu tersenyum padanya sambil buka helm. Tapi motornya tetap jalan. Jadi, berlalau begitu saja. Setelah agak jauh darinya baru ia menyadari dan berteriak,
“ Romi..........”

Udh liatkan, td kamu yg minta minta sumbangankan?
Semua orang yang berada disitu melihat dia. Diapun malu sendiri. Lalu tak lama kemudian sakunya bergetar. Ternyata ada sms dari Romi,
Ia, pi awlnya rgu coz ad helm
Replay  send,

Yg pntg dh liat wlau sekilas
Lalu hpnya bergetar lagi, ia buka

Mainlh kermh , ku suntuk dirmh ato qt jlan
Replay,  send,

Lalu tak ada lagi balasan dari Romi, Nela menarik napas panjang. Setelah kejadian itu barulah Nela sadar diri. Selama di kampung, Romi tampak kali malas untuk menemuinya. Setelah dua bulan di kampung akhirnya Nela memutuskan untuk kembali lagi ke Batam. Harapannya sudah jelas musnah di kampungnya sendiri. Baginya kepulangannya kali ini benar –benar ingin bersama Romi. Paling tidak jalan untuk sekali saja. Namun semuanya sirna. Ia simpan kecewanya jauh – jauh di hatinya yang paling dalam. Setelah harapannya sirna ia masih mencoba untuk sabar dan tanpa membenci Romi sedikitpun.
*****

Jam 13.00 WIB Nela berdiri didepan rumahnya. Sebentar – bentar liat Hp dan liat jalan. Kakaknya aja dengan tingkah lakunya. Lalu kakaknya bertanya :
“ Nungguin orang ? “
“ Iya, pi kok lom datang ya. “
“ Udah kenal ? “
“ Lom, kenal lewat Hp aja pi dia anak kampus kok. “
“ Gimana bisa, emang siapa yang sms duluan ? “
“ Aku kak, saya nggak tahu itu nomor siapa . “
“ Tuh kali orangnya pakai baju batik. “

Tiba – tiba sebuah motor datang menghampiri rumahnya. Pengendara motor itu turun.   
“Assalamu ‘alaikum. “
“ Wa’alaikum salam. “ Jawab Nela dan kakaknya.
“ Silahkan duduk mas. “ Sambung kakak Nela.
“ Kayak pernah ketemu deh. “ Nela buka suara.
“ Kan emang sekampus. “

Kakak Nela pun naik keatas.    
“ Tinggal ma siapa ? “
“ Ngekos kok. “
“ Masa iya, kayaknya bukan kos – kosan deh.”
“ Iya ya. “ Jawab Nela senyum – senyum.
“ Mau kemana nih, kok pake batik segala ? “
“ Iya jam 16.00 harus ke hotel ada acara. “
“ ouwh...... “

Lama sudah bebincang – bincang akhirnya Dhanupun pulang. Semenjak kenal Nela, Dhanu dan Nela sering sms dan telponan, bahkan sering ngantar Nela pulang kuliah.

Suatu siang Dhanu sedang duduk di teras rumahnya, ia ambil Hpnya dan langsung mengotak atik. Tiba – tiba ia terhenti ketika melihat sebuah nomor. Lalu terbayang selintas cewek yang baru beberapa bulan ini ia kenal. Lalu hatinya berkata
“ Kenapa  ya aku kepikiran dia terus, apakah ku suka dia? Jika ia, dari segimananya ku suka dia, dia tidak terlalu menarik, biasa aja. Oh gak mungkin aku suka dia, mustahil banget deh. Ia tidak cantik. Tapi ku nyaman banget dengan dia. Duh bahaya nih low ku suka dia. “

Jgn lupa shalt zhuhur ya..
Dhanu pun berdiri dan berjalan ke dalam kamarnya. Dia ambil kunci motornya yang terletak di meja belajarnya. Pas melangkah keluar dari kamar tiba – tiba Hpnya bergetar. setelah ia buka ternyata sms dari Nela

Thank ya..
Replay,  send.

Lalu Hp dan kunci motornya ia taroh di meja.ia pun berjalan ke kamar mandi. Ia mengambil air wudhu. Setelah itu ia pun shalat. Selesai shalat ia pun langsung berangkat menuju Tumenggung Abdul Jamal. Hari ini ada pertandingan bola. Ia paling suka main bola. Sebelum kesana, ia mampir di rumah temannya. Setelah sampai di rumah temannya ia terkejut karena ada kakak sepupunya Nela. Ia bersama kawan – kawannya juga. Lalu Dhanu pun mendekat
“ Hai bang, pa kabar ? “
“ Baik. “ Jawab Fandi sepupunya Nela.
“ Ko, ini calon kakak ipar ku lho. “

Riko teman Dhanu mengangkat alis,
“ Maksudmu ?? “
“ Ku lagi PDKT ma adiknya. “
“ Emang loe punya adik Fan ? “ Tanya Dedi teman Fandi
“ Punya. “ Jawab Fandi.
“ Kok nggak kenalin ke kami – kami, malahan Dhanu yang kenal ?”doni nggak mau kalah
“ Anak baru kok.” Jawab Fandi.
“ Semester berapa Dhan ? “ Tanya Dedi.
“ Tanya ma kakaknya lah. “
“ Ku ngerti nih, Fandi takut nih adiknya kenal kita yang ganteng - Ganteng. “ Dedi membenarkan bajunya.
“ Dia sebenarnya udah semester 4 sekarang. Kenapa nggak pernah
                  
Kukenalakan ma kalian, dia terlalu kuper untuk masalah cowok,
                  
Temannya itu – itu saja. Keluar rumah aja jarang meski ku yang ngajak.
                  
Aku juga nggak tau kenapa? Mungkin dia pernah terluka ma cowok. Dia selalu tertutup ma aku.
“ Dia kuliah disini siapa yang ngajak ? “ Tanya Dhanu.
“ Nggak ada, waktu dia udah ikut SPMB di Padang. Namun tiba – tiba dia pengen kuliah disini. Mamanya tetap nggak setuju. Pada akhirnya dia sampai di sini tanpa siap ujian SPMBnya. Setelah dua minggu di sini mamanya tetap suruh pulang untuk kuliah di Padang, dia nggak mau. “
“ Keynya dia punya masalah dari sana. “ Riko ikut bicara.
“ Makanya ku gak pernah kenalin ma kalian, dan buat Dhanu kamu gak boleh dulu dekatin dia sebelum loe bisa menangin pertandingan ini”
“ OK . “
“ Tantangan nih. “ Riko mulai berdiri.
“ Kita akan usahain menang buatmu Dhan.” Dedi pun berdiri.
“ Yok kita berangkat. “ Ajak Fandi sambil tersenyum.

Mereka pun berangkat ke Tumenggung. Tak berapa lama kemudian mereka sampai dan siap untuk main. Malang tak dapat dielakkan mujur tak dapat diraih. Tim mereka dikalahkan oleh lawan. Dhanu pun pulang sendiri dengan tak semangat. Sesampai di rukah ia langsung mandi. Setelah itu ia matikan Hp dan langsung tidur. Lalu tertidurlah dia.
*****

Paginya hari minggu, Dhanu menyalakan Hpnya lalu masuk 3 sms. Semua dari orang yang sama yaitu Nela. Tak lama kemudian Hpnya pun berdering, nela tertera di layarnya. Ia pun menolaknya. Dalam hatinya
“ Pengen ku angkat, pi ku udah janji ma kakakmu la. “

Lalu Hpnya berding   lagi, kal ini yang  nelpon Fandi. Ia pun menjawabnya,
“ Halo Bang, ada apa ? “
“ Kok ditolak? “
“ Aku mau konsisten ajaa bang. “
“ Tadi tu aku yang nelpon, oya soal yang kemarin aku Cuma bercanda.”
“ Maksudnya bang? “
“ Ya sekarang ku kasih lampu hijau buatmu untuk mendekati Nela. “
“ Benar ni? “ Dhanu seakan tak percaya.
“ Benarlah, selamat mencoba.”
“ Makasih ya bang. “
“ PI siap – siap aja untuk di tolak. “ Kata Fandi sambil ketawa.
“ Emang kenapa bang? “
“ Logika aja deh, ngapain ia takut dekat dengan cowok atau nggak mau

Pasti karena alasan yang juatkan ? “
“ Iya juga sih. “
“ Ya udah, ntar kamu juga pasti akan tau. “
“ Mudah – mudahan aja. “
“ Udah dulu ya, mau bikin proposal nih.”
“ O.K.”

Telpon pun terputus. Dhanu pun melompat kegirangan. Lalu keponakannya melihat langsung berkata,
“ Om udah gila ya?”
“ Mau tau aja.”

Dhanu pun berlalu dari hadapan keponakannya. Dia pergi ke rumah Riko teman karibnya itu.
“ Ko, ku juga nggak tau kenapa? Dia tidak cantik. Tidak menarik tetapi
                  
Pikiranku selalu penuh dengan dia.”
“ Adik Fandi ni? ”
“ yuppzz...”
“ Pi kutakut ditolak Ko.”
“ Jangan berpikiran gitu, ambil aja yang positifnya.”
“ Ya udah ntar aku ke sana. “

Lama ditempat Riko akhirnya ia nekat untuk ke rumah Nela. Sampai disana, rumah Nela sepi banget. Mobil kakaknya tidak tidak ada terparkir disebelah rumahnya. Motor Fandipun tidak ada. Ia keluarkan Hp lalu mencet no Nela.
“ Halo.” Terdengar jawaban diseberang sana.
“ Halo juga, La kamu pergi ya ? “
“ Nggak tuh, emang kenapa ? “
“ Nggak ada apa –apa, ku didepan rumahmu.”
“ Oh, tunggu bentar ya. “

Telpon pun dimatiin Nela. Tak lama kemudian Nela pun keluar dengan celana di atas lutut dan baju putih. Rambutnya tergerai sebahu.
“ Silahkan duduk kak,udah lama ya ?”
“ Baru aja kok. “
“ Tunggu bentar ya, kedalam dulu. “
“ O.K. “

Tak lama kemudian Nela keluar dengan secangkir minuman dan makanan dengan senyum,
“ silakan diminum dan dimakan, maaf yang ada cuma ini. “
“ Oh, gak pa- pa kok, ni udah makasih banget.”
“ O ya, ada gerangan pap nih? Nela menghenyakkan pantatnya di sebelah kursi Dhanu.
“ Ada yang pengen ku sampaikan.”
“ Apa ya? “
“ Mungkin ini gak penting bagimu, tapi penting bagiku.”
“ Ya bilang aja.”
“ Ku menyukai mu, ku nggak tau kenapa ni terjadi.”
“ Baru beberapa bulan kenal masak udah suka?”
“ Benar La, aku suka ma kamu.”
“ Dari segi mana ?”
“ Sejak pandangan pertama, terus kita nyambung dan kamu membawa
Membawa aura posotif bagiku. “
“ Ah mustahil aja.”
“ Terserah kamu percaya atau nggak, pi ku benar suka kamu.”
Maukah kamu jadi pacarku?”

Nela pun kaget mendengarnya.
“ Bukan ku nggak mau, pi ku belum siap dengan secepat ini.”
“ Kan kita udah lama kenal.”
“ Tapi ku nggak bisa jawab sekarang.”
“ Kenapa?”
“ Ya terlalu cepat bagiku. Kasihku waktu seminggu lagi.”
“ Ya udah, pi tolong kasih aku alasan, kenapa ?”
“ Gak ada apa – apa ?”
“ Kamu takut disakiti ia kan? “
“ Bukan itu aku hanya takut kecewa.” Nela pun menangis.
“ Dulu ku pernah jadian ma seseorang. Aku sangat mencintainya. Pi dia nyia- nyiakan aku. Aku berusaha menunggunaya, pi lama – kelamaan ku mulai kecewa.”
“ Maafkan aku, aku janji tak akan pernah membuatmu kecewa.”
“ Makasih.”

Nelapun menghapus air matanya. Lalu tiba – tiba kakaknya Nela dan istrinya pulang.
“ Eh, ada tamu ya?” Kata iparnya Nela.

Dhanu pun bersalaman dengan kakak ipar Nela.
“ Ajaklah Nela itu keluar Dhan.”
“ Bukannya gak kak, soalnya dari tadi belum pulang ke rumah.”
“ Ya, kapan – kapan aja. “
“ Ya kak.”

Kakak Nela pun masuk ke dalam. Tak lama kemudian pun Dhanu opun pulang. Nela pun masuk ke dalam, sambil tidur – riduran ia pun berpikir,
“ Duh membingungkan sekali, kenapa harus terjadi tiba- tiba.
“ Ayo mikirin apa?” Tanya Fandi tiba – tiba.
“ Nggak ada apa – apa.”
“ Bener nih nggak ada apa – apa?”
“ Benar, abang kenal dengan Dhanu?”
“ Kenal, emang kenapa?”
“ Menurut abang dia gimana?”
“ Anaknya baik dan tidak plin – plan.”
“ Tidak lin – plannya gimana?”
“ Jikap iya ya, jika dia bilang tidak ya tidak.”
“ Nggak ngerti.”
“ Gini kemaren kan ada cewek yang suka dia, teman –temannya pun mendukung, pi dia nggak suka, kami udah susah dekat – dekatin cewek itu ke dia, tetap aja dia tidak suka.”
“ Gitu ya bang.”
“ Ya, emang kenal dia?”
“ Kenal, pi cuma gitu – gitu aja.”
“ Gitu – gitu aja apa gitu – gitu aja?”
“ Maksud abang?”
“ Udahlah Dhan  u udah cerita kok.”
“ Kapan?”
“ Gimana tadi udah di tembaknya?” Fandi tanya balik.
Nela langsung duduk
“ Emang abang tau?”
“ Ya tau lah, Dhanu aja bilang di depan teman- temannya.”
“ Ngomong apa dia?”
“ Dia bilang gini ketemu abang kemaren, eh calon iparku.”
“ Masa iya bang?”
“ Iya, tanyalah teman abang..
“ Menurut abang di..........” Ucapan Nela terputus.
“ Terima aja.” Fandi memotong pembicaraan Nela.
“ Pi aku nggak akan bisa memberikan seluruh hati La buat dia, hatiku Terpaut buat orang lain.”
“ Orang lain yang nggak pernah mencintaimu.”
“ Setidaknya dulu ia mencintaiku.”
“ kan dulu, sekarang?”
“ Ntar bisa jadi dia kayak gitu juga.”
“ Udah berpikir positif aja.”

Lalu Fandi berdiri sambil melempar guling ke Nela.
“ Terima aja ya, nggak usah mikir terlalu panjang.”
Fandi pun keluar kamar Nela.

Nela dan Fandi sepupuan. Bagi Nela, Fandi melebihi kakak kandungnya sendiri. Gimanapun dengan suasana hati Nela, Fandi pasti bisa menghiburnya.
*****

Di kelas C 006 tampak Nela dan Natan sedang duduk. Mereka sedang menunggu dosen datang. Hari ini mereka pulang agak lebih cepat. Hari kamis benar – benar menyenangkan bagi Nela and the gank. Ternyata dosennya nggak bisa datang karena ada urusan keluarga. Sebelum pualng Nela shalat dulu di Mushala kampus. Jam 18.30 Nla dan teman – teman berjalan menuju kelas depan, Pina membuka suara,
“ Teman – teman kita nggak pergi hari ni?”
“ Yoklah, kemana kita?” Tanya Dhini
“ Ke mall aja kita, cuci mata.” Natan datang dari belakang.
“ Boleh.” Pina dan Dhini kompak.
“ Maaf ya, ku nggak bisa ikut.” Nela mebuka suara.
“ Kemana?”
“ Ku nunggu seseorang.”
“ Cieeeeeeeee..............” Semua pada nyorakan Nela.
“ Bukan siapa – siapa. Ada janji ma abangku, taukan abangku?”
“ Oh, ya udah kapan – kapan aja kita jalan.
“ Aku ke gerbang dulu ya.” Kata Nela.

Merekapun berpisah sampai disitu. Nela duduk menunggu di gerbang. Tak lama kemudian Dhanu berhenti didepannya. Nelapun naik, Dhanu membuka suara,
“ Langsung pulang ni ?”
“ Iya, emang mau kemana lagi?
“ Jalan yok.”
“ Boleh, pi aku ngomong di rumah and minta izin dulu.”
“ O.K”

Tak lama kemudian mereka sampai di rumah Nela.
“ Mau ngomong apa? Dhanu bertanya sambil duduk disebelah Nela.
“ Mau jawab yang kemarin minggu.”
“ Mau jawab sekarang?”
“ Iya, pi sebelumnya ku mau tanya dulu, kakak shalat nggak?
“ Shalat pi kadang juga bolong.”
“ Aku mau jadi pacarmu, pi jangan pernah bikin ku kecewa untuk kedua Kalinya.”
“ Kakaj janji.”
“ Ya udah, Nela ke dalam dulu minta izin.”
“ O.K”

Nelapun masuk, lalu tak lama kemudian Nela keluar dengan kakak iparnya.
“ Mau kemana Dhan?”
“ Mau ke Barelang Mbak, bolehkan? Dhanu berdiri.
“ Boleh, pi hati – hati ya.”
“ Ya mbak, pamit dulu mbak.” Dhanu pun melangkah
“ Kak berangkat dulu ya.” Nela pun bersalaman.
“ Hati –hati kalian.”

Dhanu pun ikiut bersalaman ma kakak iparnya Nela. Mereka pun berangkat menuju jembatan barelang. Jembabatan barelang adalah ikonnya kota Batam. Jika malam minggu jembatan ini pasti penuh. Ada yang datang bersama pacar dan ada juga yang bersama teman – teman. Jika datang dihari kamis biasanya agak sepi. Dari Batu Aji kesana memakan waktu 30 menit. 30 menit sudah dijalan, mereka pun sampai. Mereka duduk dipinggir jembatan menghadap ke laut. Nelapun buka suara,
“ Kok kakakku percaya gitu j ma kakak ya?”
“ Ya lah, cowok santun.”
“ Gayanya aja”                                                 
“ Faktnya gitukan?”
“ Tau ah, gelap.”
“ Cari tau lah.”
“ Suatu saat pasti tau sendiri, udah malam pulang yok.”  
“ Baru jam 20.30 dek. “
“ Kan diperjalnan 30 menit, pas nyampe rumah jam 21.00.”
“ Cepat kali sayang, belum puas.”
“ Besokkan masih ketemu.”
“ Ya udah.” Dhanu pun berdiri lalu berjalan kemotornya.

Nela pun mengikutinya dari belakang. Tiba – tiba ia raih tangan Dhanu,
“ Kok mukanya manyun gitu?”
“ Gak ada apa – apa, yok naik.”
“ Gak jadilah pulang.”
“ Kenapa ?”
“ Ada yang ngambek, ya udah tambah 30 menit lagi ya.”
“ Siapa yang ngambek?”
“ Tuh mukanya gak enak dilihat.”
“ Karena dingin aja.”
“ Jangan bilang minta di peluk.”

Dhanu pun ketawa lalu memegang kepala Nela,
“ Emang kenapa?”
“ Nggak ada apa – apa.”
“ Ngantuk ya Yang?” Dhanu memperbaiki duduknya.
“ Nggak terlalu, dingin aja di laut.”

Dhanu pun membuka jaketnya yang berwarna agak ke abu – abuan lalu memakaikan ke Nela.
“ Udah 3 lapis tuh, masih dingin?”
“ Udah lumayan.”

Dhanupun berdiri dari motornya, lalu berjalan membawa tangen Nela ke suatu tempat. Lalu mereka duduk menghadap laut. Nelapun menyandarkan kepalanya ke bahu Dhanu. Tangan kananya dipegang Dhanu. Dhanu pun kaget karena Hp Nela berdering. Di layar ada nama Romi. Nela membiarkannya
“ Biarin ajalah.

Aq msh syng qm, tlng agkt tlpn q, aq kgen bgt
by: Romi Lalu sms pun masuk, Nela

Nela pun langsung kaget, Dhanu hanya melihat kelaut. Nela memang ke Dhanu, lalu:
“ Kak, baca sms ni dulu !”

Dhanu pun mengambil Hp Nela lalu membacanya. Setelah selesai ia pun berkata,
“ Angkat aja telponnya !”
“ Malaslah.
“ Kenapa? Adek masih sayangkan ma dia?”
“ Dulu memang iya, sekarang kecewa.”
“ Ya udah angkat aja kasian dia.”
“ Biarin aja.”
“ Low nggak mau sini kakak angkat.”

Hp diberikan kepada Dhanu. Sudah 4 panggilan tak terjawab. Lalu berdering lagi,
“ Halo” Sapa Dhanu.
“ Halo juga, Nelanya ada?”
“ Ada tapi nggak mau ngomong.”
“ Masa, emang ini siapa?”
“ Pacarnya.”.
“ Masa iya? “ Terdengar suara  ketawa diseberang sana.
“ Maksud loe.”
“ Nela tu Cuma gila – gila ma aku, dia pernah bilang akan menungguku sampai kapanpun.”
“ Ya tu terserah Nela, yang punya hati Nela.”
“ Iya sih, bilang ma Nela mumpung ku jomblo ni.”
“ Ntar ku sampaiin.”
“ Thanks.”

Telpon pun terputus.
“ Pulang yuk.” Ajak Dhanu.
“ Romi bilang apa kak?”
“ Dia mau ajak balikan, balikan aja, kesempatan bagus.”
“ Jika ada yang lebih baik dari dia kenapa masih nunggu dia.”
“ Pi jujur dari hatimu masih sayang dia.”
“ Aku memang sayang dia, pi ku berusaha dan belajar untuk mencintai Kakak.”
“ Ya moga aja bisa.”
“ Kok gitu? Ya bisa donk buktinya aku udah  buka hatiku untuk kakak.”
“ Ya kakak percaya ma adek, pulang apa nggak?”

Nela pun mengangguk, lalu Dhanu meraih tangannya Nela. Mereka pun jalan menuju motor. Mereka pun pulang, dalam perjalanan pulang jantung Nela bergetar kencang. Sampai di rumah pun begitu. Setelah sampai dirumah Nela berpas – pasan dengan sepupunya Fandi. Fandi yang sedang membuka helmnya.
“ Ehmmmmmmm .” mendehem keras.

Nela membuka jaketnya lalu memberikan kepada Dhanu.
“ Ni jaketnya biar nggak kedinginan.”
“ Thanks.”

“ Baru pulang bang.” Dhanu jalan mendekati Fandi.

Nela pun mengikuti dari belakang dan langsung duduk di kursi teras rumahnya. Sedangkan Fandi dan Dhanu duduk  di lantai yang paling pinggir.
“ Gimana adikku Dhan?” Sambil melirik Nela.
“ Baik kak, asyik.” Melirik senyum ke Nela.
“ Low dia nakal cubit aja, dikasuh izin.”
“ Ih, emang aku anak kecil.” Nela ikut ngomong.
“ Gimana skripsinya bang?”
“ Udah dapat dan udah siap, tinggal sidang.
“  Mudah – mudahan lulus dengan memuaskan.”
“ Amiin.”
“ Pulang dulu ya bang udah malam, kapan – kapan lagi di sambung.”
“ Nggak tidur disini, mumpung masih ada aku disini, besok nggak bisa lagi.”
“ Kapan – kapan aja, pulang dulu ya bang, ya La.”
“  Yupzz, hati –hati di jalan.” Fandi dan Nela serempak.
“ Salam dulu gih.” Lanjut Fandi sambil senyum ke Nela.

Nela pun jalan mendekati Dhanu. Ia mengulurkan tangannya, Dhanu pun menyambutnya. Selesai salam dengan Nela,  Dhanu pun memberi salam ma Fandi. Setelah itu,
“ Assalamu ‘alaikum.”
” Wa’alaikum salam.”

Dhanu pun berlalu di hadapan mata mereka. Nela masuk ke kamar, ia baringkan badannya yang tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus itu di kasur. Ia senyum – senyum sendiri. Lalu tak lama kemudian ia pun tertidur.
****

Oh gt y skrg, gk mw blz sms n agkt tlp, cuek aj. Qt ptus aja.
Hubungan asmara Nela dan Dhanu berjalan lancar, namun suatu ketika Dhanu tak pernah membalas sms Nela. Bahkan di telpon pun tak di angkat, Nela pun mulai kesal lalu mengirim sms,
send.
Setelah terkirim juga nggak ada balasannya, dikampus pun Nela tak menemukan puncak hidung Dhanu. Biasanya ketemu terus. Sambil pulang Nela ngomong sendiri dalam hati.
“ Duh kemanalah ni anak, apa dia setuju qt putus, jomblo lagi donk, padahal ku mulai suka ma dia.”

Sehari audah tak ada kabar dari Dhanu, Nela pikir Cuma 1 hari. Tapi ternyata salah, beberapa hari tak ada kabar dari Dhanu. Suatu malam ia berusaha mencari Dhanu di kampus. Namun juga nggak ada. Dia bingung mau tanya siapa. Nela dan temannya Pina mau pulang. Nela dan Pina udah sampai di gerbang. Tiba – tiba mereka di kagetkan suara klakson motor.
“ tit !! tit !! tit !! tit !!!

Nela dan Pina melihat kebelakang, ternyata Dhanu.
“ Na kamu pulang duluan ya.”
“ OK “

Pina pun pulang, Nela mendekati Dhanu. Ia berdiri aja.
“ Ayo naik, mau pulang nggak?”

Nela pun naik, motor pun melaju dengan pelan namun pada akhirnya mereka pun sampai di rumah Nela. Pas turun dari motor Nela langsung ngomong,
“ Jangan pulang dulu aku mau ngiming.”
“ ngomong apa lagi.”
“ Tentang kita.”
“ Emang kenapa?”
“ Kakak tanya kenapa. Kemana aja kakak selamai ini?”

Sms nggak balas, telpon nggak diangkat, kenapa?”
“ Nggak ada apa – apa.”
“ Bogong.”
“ terserah mau percaya apa nggak.”

Dhanu pun pergi begitu saja. Nela kaget dengan apa yang terjadi di depan matanya sekarang. Ia pun masuk, ada yang meleleh dari matanya. Lalu Hpnya bergetar, ada yang sms. Ia buka ternyata dari Dhanu,

Maafkan ka2k, ka2k tw adk msh syg m romi, ka2k cm plarian, ka2k cm cwo biasa

Tw key gt, knp nekat pgn jd pcr aq. Skrg mlah hncurin hrpn aq.
Reply, send.
Tak lama kemudian blasannya datang lagi,

Ka2k hny ingn trbaik utk ka2k, adx cwe yg span, pi msh ada romi. Kasih ka2k wktu utk mnysuaikan diri

Sms terputus sampai disitu,

Smpai kpn mnyesuaikan diri, selamanya? Bang Fandi plg, gk d lg yg ngrtiin aku, sm spa aq minta tlg lg?
Hari libur kuliah telah datang. Fandi pun sudah lulus dengan nilai memuaskan. Hari minggu Fandi pulang kampung. Dari pagi Nela tak ada keluar dari rumahnya. Ia tidur aja di kamar. Ia ambil hp lalu sms,
send Dhanu,
Sbr aj tak lama kemudian datang sms balasan,

Sbr sh sbr, pi ini udh 2 minggu menyesuaikan diri, y udh slmnya j penyesuaian.
reply, send,

Cpek pcran ma ank2, udh 19 thn pi key ank2. Qt putus aj ya

5 menit lagi datang sms,

Klo mmg itu kptsan yg terbaik y udh
Jantung Nela terasa mau copot. Dia benar – benar kaget.
Reply,  send,

Hp Nela langsung di matiin. Ia menangis sepuasnya. Setelah kejadian itu Nela nggak ada keluar – keluar dari kamar.

Kak mw kmn ku ya, aq di usir ka2 dari rumh
Seminggu setelah kejadian itu, Dhanu sedang baring – baring. Tiba – tiba ada sms masuk. Sms itu dari Nela,

Skrg dmn
Dhanu kaget.

Msh drmh,kmas2 baju. Besok harus pindh
Reply,
Tak lama kemudian.
Dilihatnya jam, sudah jam 12 malam. Ia bingung sendiri kenapa penyebabnya. Masa kakak kaandung tega mengusir adiknya sendiri. Lama sudah pikirannya menerawang, Dhanu pun tertidur.
*****

Knp sms mrh, aq tk ngerti
Hari ini hari rabu, jam 16.00 WIB. Tiba – tiba Dhanu sms marah – marah. Nela pun bingung sendiri, ia pun balas.

Udhlh aq bukan ank kecil, pntasn aj u diusir ka2kmu, kelakuanmu aj key gtu
Tak lama kemudian sms masuk,

Aq gk ngrti, duh kok tiba2 perut q sakit y?
Reply,

Plg bohong

Dhanu pun balas,
Nela pun nggak balas, dia benar – benar kesakitan. Dia minum obat lalu ia tertidur.
*****

Sebuln tak ada kabar dari Dhanu, lalu tiba – tiba Nela dan kawan – kawan ketemu dia di rumah sakit. Waktu Nela dan kawan ngantarin Dhini berobat ke rumah sakit. Nela dan kawan – kawan mendekati Dhanu
“ Siapaa yang sakit kak ?”
“ Mama, beliau gangguan ginjal. Namun sampai sekarang lom ada pendonor yang cocok ginjalnya.”

Dhanu pun menangis,
“ Aku mau dites, mudah – mudahan aja cocok.”
“ Serius loe La?” Tanya teman – temannya.
“ Serius, hidup satu ginjal nggak masalahkan?”

Lalu tiba – tiba datang seorang cewek,
“ Kak Zera, ngapain disini? Tanya Nela.
“ Kenalin ini pacar baru kakak.” Dhanu mengenalkan Zera.
“ Udah kenal pun dari 2,5 tahun yang lalu.” Nela jutek.

Lalu Nela menghadap dokter yang menangani penyakit mama Dhanu. Lalu 30 menit kemudian Nela keluar bersama dokter
“ Dhan, ginjal Nela dan mama mu cocok 80%, ini sangat langka sekali,

Alhamdulillah Allah telah mengirim dia untukmu.”
“ Yang benar dok?”
“ Benar “
“ Jadi kapan pencangkokan dilakukan dok?
“ secepatnya, lebih cepat lebih baik karena tidak bisa ditunta lagi, bahaya untuk ibu anda.”
“ Jadi kapan dok?”
“ Besok akan dilakukan dan Nelapun setuju.”

Teman – teman Nela menarik Nela, Natan berkata,
“ Loe gila, kasih ginjal tanpa keputusan ortu loe.”
“ Loe pikir seperti ngasih permen apa.” Pina pun ikut bicara.
“ Loe jangan main – main. “ Lanjut Natan.
“ Gue gak main – main, itu sebatas rasa kemanusian aja.”
“ Terserah loe lah.” Kata Pina.

Mereka pun kembali kedekat Dhanu. Dhanu pun langsung mendekati Nela,
“ Makasih ya La, tapi kamu serius kan?”

Dlm minggu ini aku akan pulang rom
Nela pun menggangguk. Dhanu langsung keruang ibunya. Nela dan kawan – kawan pulang. Sesampai di rumah Nela sibuk mengotak – atik Hp. Ia membuat sms,                                                          send romi,

Q tunggu ya

Saat kau membuka hatimu mungkin ku tlah jauh
Tak lama kemudian sms dari Romi pun datang,
Replay, send.

Maksudnya ??

Lalu 5 menit kemudian,
Nela pun tidak membalasnya, lalu ia berjalan menuju rumah kakanya. Kebetulan kakaknya dan iparnya di rumah.
“ Kak aku pengen pulang, klo gak ada biaya tolong dibantu ya.”
“ Pulang ngapain? Gak ada hari penting pun.” Jawab kakaknya.
“ Pulang itu sekali dua tahun aja, low nggak sekali setahun.” Kakak iparnya pun ikut bicara.
Nela pun menarik nafas,
“ Pi sekali ini aja kok.”
“ Kakak nggak ada uang, carilah uang sendiri.”
“ Ya udah,, aku pulang dulu ya.”

Nela pun pulang menuju kosnya. Di kost udah ada Zera yang menunggunya.
“ Ada apa kak?”
“ Loe ngelakuin ini semua ambil perhatiankan ama Dhanu, biar Dhanu balik lagi ma loe?”
“ Maksudnya?”
“ Udahlah gak usah pura – pura lugu, ini taktikmu supaya Dhanu simpati dan balikan ama loe, jangan harap deh loe.”

Zera pun pergi begitu aja. Nela pun masuk mengambil nafas dalam – dalam. Ia tak mengerti dengan jalan pikiran Zera.

Esok harinya, waktu operasi telah datang. Dhanu, Zera, Natan dan Pina telah berada di ruang tunggu. Namun Nela belum juga muncul. Sudah 10 menit lewat dari waktu yang ditentukan.
“ Kemana sih Nela?” Tanya Dhanu.
“ Paling dia Cuma main – main aja.” Jawab Zera.
“ Bentar lagi pasti dia datang.” Natanpun emosi dengan Zera.

Tak lama kemudian Nela datang, Dhanu pun menampar Nela.
“ Kamu pikir ini main – main, kamu bisa aja main – main dengan kata – kata, kalau kamu cuma iseng – iseng, ingin nyakiti aku jangan kayak gini caranya, pakai cara lain.”

Suara Dhanu semakin keras membentak Nela. Nelapun lari menuju ruang dokter. Operasi pun dimulai, sekitar 30 menit setelah kejadian itu. Natan yang duduk di sebelah Zerapun mulai bicara,
“ Loe kasar kali ma Nela.”
“ Kasar apanya?” Dhanau balik tanya.
“ Loe boleh aja nuduh dia macam – macam, pi apakah kau sadar yang nyakiti hati dia itu kamu.”
“ Kok salahin aku?”
“ Udahlah jelas dia salah, ngapain bahas dia.” Zera pun ikut bicara.
“ Setidaknya dia belajar mencintaimu, sedangkan engkau apa, kau dekati dia lalu kau buang aja dia begitu aja. Bahkan sekarang dia rela pertaruhkan nyawanya untuk ibumu.” Natan mulai menangis.
“ Udahlah kita sama – sama berdoa aja, nggak usah bertengkar.” Pina

Nggak mau diam lagi mendengar keributan.
“ Kita shalat dulu yuk.” Lanjut Pina.

Mereka pun berdiri, lalu berjalan menuju mushala rumah sakit. Mereka sama – sama berdoa untuk mama Dhanu dan Nela. Setelah shalat mereka kembali ke UGD. Lalu Dhanu dan teman – teman kaget, tiba – tiba keluaga Dhanu datang menangis membawa seorang mayat ke kamar mayat. Dengan lesu Dhanu berkata,
“ Akhirnya mama benar – benar pergi.”
“ Sabar Dhan, sabar.” Zera berusaha menenangkan Dhanu.

Lalu tiba – tiba Dhini berlari dari ruang nginapnya sambil menangis,
“ Nela, teman kita.....”
Tangisnya makin kuat
“ Kenapa dengan Nela??” Tanya Pina dan Natan
Dhini pun lemas, Natan dan Pina memboyongnya. Lalu dokter pun datang.
“ Ada apa ini dok?” Tanya Natan.
“ Dia syok setelah mendengar temannya meninggal setelah operasi.”
Dhanu yang tadi berdiri di belakang kaget,
“ Keduanya meninggal dok?”
“ Tidak, ibu anda selamat. Tapi, gadis itu tidak dapat ditolong.

Lambungnya sudah parah, magnya kronis. Gadis ini sebenarnya sudah
Lama sakit mag yang cukup serius, dan sebenarnya dia juga mengalami gejala ginjal.”
“ Gejala ginjal??”
“ Iya, tapi tidak ada masalah untuk ibu anda, masih bisa dicegah dengan dengan minum air puith yang banyak.”
Dhini telah sadar dari pingsannya.
“ Kita sekarang Cuma bertiga, Nela pergi.”
“ udah din, kita doain aja” bujuk Natan menangis
“ Mudah – mudahan ni jalan terbaik bagi dia” Pina menangis disebalh kanan Dhni. Sedangkan Dhanu masih terpuruk dilantai,tiba – tiba Dhini mendekati Dahnu sambil memaki – makinya,
“ Ni semua karna loe,loe egois,egois banget,,,,,,,,
“ Udah Dhin,sabar,,,nggak ada gunanya juga kita nyalain dia” pina menenangkan Dhini
“ Maafkan aku Dhan, sebenarya yang sms mencaci maki itu bukan Nela yang kirin tapi aku “ Zera mendekati Dhanu.
“ Jadi itu semua loe yang ngelakuin? Dhanu berdiri emosi
“ Iya, supaya kamu benci sama dia, maafkan aku.....” Zera menangis
“ Setelah dia berbaring tak bernyawa kamu minta maaf, dimana rasa kemanusian loe??

Sedang emosinya Dahnu tiba – tiba kakaknya Nela datang bersama istrinya. Mayatnya dibawa ambulance kerumah kakakanya, sedangkan Dhanu juga ikut mengantarnya kebetulan ada keluarganya yang menunggui mamanya. Dhanu mengendarai mobil kakak Nela bersama Natan, Dhini, dan istrinya kakak Nela. Sedangkan yang lain naik ambulance. Diperjalanan kakak ipar Nela hanya menangis lalu memulai pembicaraan,
“ kemaren dia pamit minta pulang dan minta diongkosin, ternyata pulang key gini”
“ Dia udah lama sakit y kak?
“ Udah, semenjak SMA dia perna kronis maagnya, dan akhir – akhir ini dia sering pingsan, low pingsan badannya semua membiru, dia tak pernah mengeluh sakit, karna saya takut terjadi apa – apa dirumah saya suruh dia ngekos, sebagai kakak saya kejam.

Ternyata sambil mendengar penuturan Kakak ipar Nela Natan sudah membuka sebuah diary Nela.
“ Dhan Cuma kamu yang bisa menggantikan posisi Romi dihatinya”
“ Maksudnya?
“ Loe jangan lemot,ku baca diary nya nih,,ku bacain satu lembar aja ya,,

Natanpun memulai membacanya:
7 November 2010
Dhanu benar – benar ingin mengakhiri semua, padahal ku sudah sayang banget sama dia. Kenapa aku terlalu terjebak dalam keadaan yang key gini. Dulu Romi juga key gini. Disaat aku sayang dia pergi meninggalkan aku. Luka baru diatas luka lama. Aku kecewa lagi. Au berhenti berharap.

Suara Natan semakin lama semakin serak karna menangis. Tanpa disadari mereka dah sampai dirumah Nela. Dengan sigap Dhanu membaca diary Nela. Dhanu tampak kaget karna tak lama mayat sampai dirumah mayat turun rumah lagi. Ternyata mau dibawa kekampung.Dhanu dan teman – teman ikut karna tiket sudah dibelikan sama kakakya nela. Setelah lama diperjalan akhirnya sampai ditempat tujuan. Banyak teman SMAnya yang datang. Tiba – tiba datang seorang cowok, semua perhatian tertuju sama dia, karna salah seorang teman SMA Nela  mendekati cowok itu,
“ Rom, Nela udah tiada”
“ Iya Wi, padahal aku dah niat jika ia pulang, aku takkan kecewakan lagi dia, sekarang udah begini”
“ Anda Romi ya, kenalka saya Dhanu” Dhanu mendekati Romi dan memberika diary Nela. Romipun membacanya
“ Anda bisa menggantikan posisi saya, dulu dia pernah sms key gini: saat kau membuka pintu hatimu mungkin telah jauh, sekarang dia benar – benar jauh”

Panjang cerita akhirnya pemakaman sudah selesai. Kini Nela sudah tiada. Ia telah meninggalkan Batam, Pesisir Selatan, Romi, Dhanu, mamanya dan semuanya.Ia sudah menghadap sang Pencipta.

Cerpen Cinta Remaja 2012 - 7 Years of Love

Cerpen Cinta Remaja 2012 - 7 Years of Love

Cerpen Cinta Remaja 2012 - Seperti biasanya saya akan memperkenalkan postingan saya sebelumnya yakni Cerpen Lucu dan Cerpen Anak-anak, kali ini saya akan share cerpen kiriman dari Aisyah Wulansari Rahajeng dengan judul 7 Years of Love. Okelah langsung saja untuk membaca Cerpen 7 Years of Love karya Aisyah Wulansari Rahajeng dibawah ini.

7 YEARS OF LOVE

Desember 2011

Tak bosan. Tak akan pernah bosan aku menatap sesosok gadis di hadapanku. Tetap cantik, meski kini ia tengah terbaring lemah dengan wajahnya yang pucat pasi. Entah mengapa, dalam tak kesadarannya aku seakan melihatnya tengah tersenyum kepadaku. Senyum yang tak asing buatku. Senyum yang akrab menyapaku di setiap hari-hariku….. dulu,,,,
“Aku merindukanmu”
Ucapku terisak bukan untuk yang pertama kalinya. Aku yakin ia akan mendengar apa yang ku katakan, walau tubuhnya tak bergerak sedikitpun. Hanya suara dari mesin pendeteksi detak jantung yang ramaikan suasana yang ada kini. Aku merindukannya. Benar-benar merindukannya.
*****

28 Desember 2010

“Pritha, ada bintang jatuh!!!”
“Lalu?”
“Kata orang sih, kalau ada bintang jatuh… segala keinginan kita akan terwujud”.
“Apa kamu percaya sama hal itu? Kamu kan cowo?”
“Emang cowo nggak boleh percaya begituan?! Udah deh, mending kita coba dulu ajah!!”
Langit malam bersolek indah malam ini. Gemintang anggun hiasi kepekatan malamnya. Dan di bawah dekapan malamnya, ku habiskan waktu bersama Pritha, sahabatku. Seorang gadis cengeng yang periang, menyenangkan sekaligus menyebalkan. Gadis kecil keras kepala yang terus mengajakku untuk main boneka bersamanya, meski ia tahu bahwa aku seorang bocah laki-laki. Gadis cilik yang super cerewet dan mau menang sendiri. selalu memaksa aku untuk terus memboncengnya mengelilingi kompleks perumahan kami, meski kami sudah mengitarinya lebih dari 5 kali.
“Udah berapa lama ya kita saling kenal?” tiba-tiba pertanyaan itu terlontar dari bibirnya.
“Nggak tau!! Emang kenapa? Toh, pada awalnya aku terpaksa kan mau main dan kenal sama kamu!”
“Bawel amat sih, aku serius,Pram!!”
“Emang siapa yang nggak serius sih?!”
“Jadi udah berapa lama ya kita jadi sahabat?”
“Enam tahun”.
“Sok tahu! Emang kamu beneran yakin?”
“. . . .”
“Prithaaaaaa!!!!” tiba-tiba suara tante Vivi hadir memecah sunyi yang ada di antara kami.
“Dipanggil noh, Non.”
“iya iya,..aku duluan ya Pram. Sampai besok…:)”
“Aku yakin banget,Tha. Kita udah deket selama enam tahun. Aku nggak bakal lupa. Nggak akan pernah lupa, Tha. Besok adalah genap enam tahun pershabatan kita. Semoga kamu juga nggak lupa”, ucapku dalam hati setelah sosok Pritha melangkah menjauh dariku.
*****

29 Desember 2010
“‘dddrrrrt….dddrrrttt…ddrrrttt’
From :     Pritha
        +628133xxxxxxx
Pram, jangan lupa ya. Hari ini kita janjian di taman biasa. Jam 9. Oke? Aku tunggu.
. . .
Sekali lagi ku lirik jam tanganku. Pukul 9.05. Sampai saat ini aku belum menemukan sosok Pritha. Tak biasanya ia terlambat. Dia selalu tepat waktu. Padahal, tadi aku sudah benar-benar terburu waktu, berusaha untuk tak terlambat walau hanya untuk kali ini saja. Kekesalanku mulai muncul. Apa Pritha sengaja datang terlambat untuk mengerjai aku? Awas saja dia.
Sembari menunggu, ku pandangi tulisan yang terukir di pohon Mahoni yang rindang ini. Kami menulisnya tepat enam tahun yang lalu. Dan sejak itulah, kami tetapkan hari itu sebagai hari jadi kami sebagai seorang sahabat. Sahabat yang akan selalu hadir disaat salah satu di antara kami jatuh ataupun sebaliknya. Sahabat yang selalu menjadi pendengar paling baik bahkan terkadang melebihi orangtua kami sendiri. Selalu ada. Selalu bersama. Sekarang. Dan selamanya. Amiin J
9.15. Pritha masih belum menampakkan sosoknya. Apa dia baik-baik saja? Tak seperti biasanya ia terlmbat. Apalagi dia yang membuat janji. Tak ada jawaban dari panggilan ku ke ponselnya. Semua pesanku juga tak mendapat respon.
To :    Pritha
        08133xxxxxxx
Tha, kamu dimana? Uda jam beapa ini, Sayang? Inget ya, aku sibuk. Nggak bisa nunggu lama-lama aku. Kalau bisa bales sms ini. Harus!!!. Still waiting for you, Tha.
Tiga puluh menit.
Empat puluh lima menit.
Dan sekarang, hampir satu jam aku menunggunya. Pritha masih belum hadir di sini. Aku ingin marah. Aku benar-benar merasa dihianati. Tapi, sepertinya aku tak bisa. Ingin aku segera angkat kaki dari tempat ini. Hilang harap sudah untuk yakin bahwa Pritha akan menginjakkan kakinya di taman ini. Baiklah lima menit lagi. Ku beri kesempatan lima menit lagi. Tak lebih. Pritha, ku mohon…
----Lima menit kemudian….----
“Pramana!!!”
Sebuah suara menghentikan langkahku. Suara yang tak asing, begitu akrab di telingaku, namun terdengar lemah. Suara Pritha. Aku berbalik. Dapat ku lihat seutas senyum tersimpul di wajah Pritha. Ia tampak pucat. Lemas. Apa dia sakit? Tapi,….
“Maafin aku yah, Pram….” Dia berhamburan ke pelukanku. Ia menangis sejadi-jadinya. “Kamu marah kan sama aku? Maaf banget, Maaf”.
Ku rasakan bulir-bulir bening hangat basahi bajuku. Aku tak mampu berkata-kata. Aku sendiri bingung dengan perasaan yang berkecamuk di dadaku. Apa ku harus marah pada sahabatku? Atau apa? Aku harus bagaimana? Aku tak tahu.
“Nggak, Tha… nggak,….” Ku tarik tubuhnya dari dekapanku.
“Pramana,…??” ujarnya pelan. Meluncur lagi bulir-bulir bening dari kedua pelupuk matanya.
“Nggak, Tha…. Nggak ada yang perlu dimaafin. J” ku rasakan dingin pipinya saat ku usap air mata yang mengalir dari pelupuk matanya. “Emang tadi kamu kemana?”
“Emm,… anu… ee… er… tt..taadi…”
“Tadi kenapa?” potongku sambil menariknya untuk duduk di rumah pohon kami.
“Tha, tadi kenapa?” ku ulang pertanyaanku sesampainya kami di atas (di rumah pohon)
“Tadi,….. jam di rumahku mati. Ya, jamnya mati. Jadi aku nggak tau kalau uda jam 9 lewat. Sori yah,…”
“kenapa nggak bales sms ku? Toh kamu juga bisa lihat jam yang ada di hape kamu kan?”
“Em, hapeku mati. Batrey.nya habis. Sori…”
“Trus, jam di rumah kamu kan nggak cuma satu kan, Tha?”
“Iya sih, Cuma nggak tahu tuh… pada rusak berjamaah. Tadi papa juga telat pergi ke kantor. Trus mama juga—“
“iya iya. Aku ngerti kok. Nggak usahpanjang-panjang ceritanya. Bawel!!”
“Dasar kamu!! Masih aja ya nyebelin.”
 “Emang kamu ngapain ngajak ketemuan? Mau traktir nih?”
“Iih, nih orang. Doyan banget ama yang gratisan. Emang kamu lupa ya?”
“lupa?”
“hari ini kan genap enam tahun kita sahabatan. Pikun banget sih kamu!!”
“O.” jawabku sekenanya.
“Sumpah ya, kamu itu,….. awas kamu, Pram…!!!” protesnya sambil memukul ku gemas.
“Tentu aku nggak lupa, Tha. Dan aku seneng kamu juga nggak lupa”, batinku.
. . . . .
Kami habiskan seharian untuk mengulang segala cerita akan kenangan yang telah kami jalani bersama. Segala protes ia ajukan atas keisenganku selama ini. Dengan riang ia bercerita dan tentunya dengan senyumnya yang tak pernah hilang. Selalu hadir seperti biasanya. Senyumnya indah, meski harus hadir di wajahnya yang selalu pucat. Sejak awal kami bertemu, memang ia tampak pucat. Awalnya aku mengira dia mayat hidup, tapi…. Aku ragu akan ada mayat hidup yang bawel dan super cerewet seperti dia. Dia tergolong anak tertutup. Jarang keluar rumah. Orangtuanya super protektif terhadapnya,meski kini ia sudah duduk di kelas XII SMA. Tapi, aku tahu Pritha bukan anak manja. Aku juga yakin, orangtua Pritha pasti punya alasan kuat untuk bertindak protektif terhadapnya hingga detik ini.  Mungkin, karena dia anak perempuan satu-satunya,….
“Tha,…”
“Apa?”
“Kamu janji nggak bakal kaya tadi ya?”
“Maksud lo? ” jawabnya terheran-heran akan sikapku.
“Dasar oneng ya!! Gue tuh coba bersikap perhatian dan romantis sama lo!! Respon yang agak bagus dikit kek!!” protesku.
  Dia hanya nyengir dan kembangkan sebuah senyuman di wajahnya kemudian. “Pram, kamu mau janji sesuatu sama aku?”
“Apa’an?”
Dia menatapku lekat-lekat. Tampak sebuah rahasia tersimpan dalam dirinya. Sesuatu yang sengaja disembunyikan dariku olehnya. Ditariknya napas panjang, dihembuskannya perlahan kemudian.
“Kalau nanti aku nggak bisa lama-lama ada sama kamu, ataupun nggak bisa lagi main bareng kamu, kamu jangan marah sama aku yah, kamu—“
“Kamu ngomong apa sih?” potongku cepat. Kata- katanya sangat tak ku mengerti. Bahkan aku merasa aku membenci untuk mengerti kata-kata yang baru saja ia ucapkan.
“Dengerin dulu…., Pram”
“Bodo amat!!” jawabku sekenanya.
“Pramana,…” rengeknya.
“Udah sore, yuk pulang. Aku anter”
“Tapi,…”
“Udah, Aku nggak mau Tante Vivi entar ngomel-ngomel ama aku…”
“Pram,…”
“Udah. Ayo!!..” paksaku sambil menarik tangannya yang makin terasa dingin.
*****

26 Desember 2011

“Nak, Pramana….” Suara tante Vivi lembut menyapaku. Membangunkanku akan lelap.
“Udah malem, Sayang. Kamu pulang gih. Besok kamu harus kuliah kan? Bidang kedokteran bukan hal mudah, Sayang”
“Iya sih, Tan. Tapi… Pritha kan….”
“Kan ada tante disini. Besok masih ada hari, kamu kan bisa ke sini lagi?”
“Ya udah tante, Pramana pulang dulu. Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam. Hati-hati ya, Sayang”
Suasana kota Bandung makin ramai. Kerlap-kerlip lampu kota beradu indah di pinggiran jalan protocol utama. Suasana berbeda sungguh terasa saat aku melangkah keluar dari gedung rumah sakit yang serba putih. Ku teruskan langkahku ke gerbang utama rumah sakit. Ku hentikan sebuah taksi. Ku komando sang sopir untuk bergegas menuju ke rumah karena hari makin larut, aku tak ingin membuat mama khawatir akan aku. Dalam taksi teralun lagu “Seven Years Of Love” . Sebuah lagu yang kembali membangkitkan ingatanku akan kenangan bersama Pritha dulu. Saat dimana aku bisa melihat senyumnya yang menenangkan. Teringat olehku, bahwa tepat 3 hari lagi pada setahun lalu adalah hari dimana aku dan Pritha sempat kembali mengukir janji. Pritha, aku yakin kamu tak akan pernah melupakan janji kita itu.
*****

29 Desember 2010
“Kak, ini lagu apa?” tanya Pritha sesampainya kami dalam mobil.
“Pak Maman jalan yah. Udah sore nih, kasian Pritha”
“Iya, Den” jawab Pak Maman,sopir pribadi keluargaku, patuh.
“Ih, Pramana. Jawab dong. Ini lagu apa?”
“Iya. Iya. Nyantai aja kali”
“Jadi?”
“. . .” K
“Dasar!! Mending tanya Pak Maman aja. Pak, ini lagu judulnya apa’an yah?”
“Maaf, Non. Pak Maman nggak tahu lagu bule kaya beginian.” Jawab Pak Maman terlalu jujur.
“Emang kenapa sih, Tha?”
“Aku suka ajah. Nggak boleh?”
“Suka lagunya atau penyanyinya?”
“Yee,… “
“Ini lagu judulnya, Seven Years of Love” jelasku
“Kok tahu?”
“Ya tahu lah. Ini lagu kesukaannya Findha. Dulu dia suka banget ama penyayinya. Jadi dia ngoleksi album plus posternya. Dan ini salah satu lagunya”.
 “Oh. Maaf kalau aku jadi harus ngungkit-ngungkit masalah Findha. Aku..—“
“Nggak apa. Nyantai aja. :)” potongku kemudian.
“Tahun depan, aku harap kita bisa main-main lagi kaya tadi. Tahun ketujuh persahabatan kita. Dan pastinya terus berlanjut sampe tahun-tahun persahabatan kita berikutnya.”
“Kamu kenapa sih? Pastinya lah kita bisa terus temenan. Kita masih punya banyak waktu, Tha. Kamu kenapa sih?”
Ia hanya diam. Keheningannya semakin membuatku penasaran akan apa yang terjadi pada diri Pritha. Sebenarnya apa yang disembunyikan olehnya? Oh, Pritha. . . .
“Janji?” ucap Pritha sambil mengangkat kelingkingnya.
“Untuk?” tanya ku keheranan.
“Tetaplah menjadi sahabatku dan tetaplah berada di samping dan—“
“Janji” ucapku memotong perkataanya. Ku kaitlan kelingkingku pada kelingkingnya kemudian.
*****

Mei 2011
Ujian sekolah telah usai. Namun, aku beserta kawan-kawan lainnya masih belum benar-benar merasa merdeka. Kami masih harus berjuang dan bersaing untuk dapat masuk perguruan tinggi yang kami inginkan. Dan kurang seminggu ke depan merupakan hari dimana hajat akbar di sekolah kami akan dilaksanakan, Hari Perpisahan. Hampir semua siswa antusias dalam hal ini. Berharap ini merupakan sebuah momen yang tepat untuk mengukir sebuah kenangan terindah yang ada. Namun harapan itu seakan jauh berbeda akan keadaan yang terjadi belakangan ini. Pritha tiba-tiba menghilang. Tiada sedikitpun kabar darinya. Ia seakan hilang ditelan sang bumi.
Tak hanya sekali aku menghubungi ponselnya, namun tetap tiada jawaban. Tak hanya satu dua pesan yang ku kirim padanya, namun tak satupun yang dibalas. Aku coba mengirim pesan padanya melalui dunia maya, tetap tak ada respon. Hingga hari ini, sepulang sekolah, ku putuskan untuk mendatangi rumah Pritha.
Ting tong
Ting tong
Tak ada jawaban. Kali ini adalah panggilan terakhir dariku. Sebagaimana adab yang ada, jika sang pemilik rumah sudah dipanggil 3 kali dan ia tak kunjung menyambut. Maka sebaiknya kita pulang, karena mungkin sang tuan rumah sedang sibuk atau ada suatu kepentingan, atau saja ia sedang tidak mau diganggu.
Ting tong. . .
Bel terakhir telah aku bunyikan. Berharap kali ini benar-benar mendapat jawaban.
Satu menit…. Dua menit…
“Maaf, Den. Cari siapa?” seorang wanita paruh baya berpakaian sederhana menyambutku. Beliau Bi Imah, pembantu di rumah Pritha.
“Pritha ada, Bi?”
“Em… anu, Den… Emm—“
“Kenapa, Bi? Pritha baik-baik aja kan?” sergapku kemudian.
“Aden ndak tahu toh?”
“Tahu apa. Bi?”
“Non Pritha kan lagi keluar kota sama Tuan dan Nyonya”
“Apa? Kok Pritha nggak pamit ama aku, Bi? Pritha baik-baik aja kan?”
“Em,,, anu, Den.. Bibi… ndak tahu” jawab Bi Imah ragu-ragu.
“Bibi nggak bohong kan?”sergapku pada Bi Imah. Aku merasa ada sesuatu yang mengganjal akan kepergian Pritha dan keluarganya
“Nn…nndak kok, Den. Bener” jawab Bi Imah dengan suara pelan.
“Yaudahlah, Bi. Pramana pulang dulu. Nanti kalau mereka udah pulang, bilang yah aku kesini nyari Pritha” ucapku pasrah kemudian. “Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumsalam…”
****

Hening masih ada. Berputar-putar di antara kami. Aku, Pak Arif, guru Biologiku, dan Pak Sucipto, Kepala Sekolah. Aku masih terus bertanya-tanya akan alasan mengapa aku dipanggil ke ruang kepala sekolah. Hal penting apa yang akan dibicarakan beliau denganku? Kabar baik atau kabar buruk? Dua menit sudah pertanyaan itu berputar-putar di otakku. Dan dalam waktu dua menit pula, aku serasa akan mati tercekik rasa penasaran.
“Ehem.. ehem…” Pak Kepala sekolah berdehem, tanda beliau akan memulai pembicaraan.
Pak Arief tampak menggut-manggut, tanda beliau siap untuk mendengarkan setiap kata yang akan keluar dari Pak Sucipto.
‘Dag.. dig… dug.. dyar!!’ detak jantungku berdetak kencang, tanda aku siap untuk menerima segala kabar baik yang ada, juga sebagai tanda bahwa aku tidak siap menerima kabar buruk yang ada.
“Begini, Nak Pramana……” beliau memulai pembicaraan. “apa kamu sudah mendaftar untuk jenjang berikutnya di salah satu universitas?”
“I..ii..iya, Pak”
Pak Sucipto hanya manggut-manggut. Perlahan aku mulai berani mengangkat kepalaku. Ku tatap lekat-lekat kepala botak beliau yang terlihat berkilau di bawah sinar lampu TL.
“Selamat ya, Nak…” Pak Arief tiba-tiba angkat bicara. “Kamu mendapat tawaran program beasiswa di alah satu universitas terkemuka, dan—“
“Beneran, Pak!!” sambungku cepat, tak perduli Pak Arief sudah menyelesaikan kalimatnya atau belum. Yang penting hepi ajalah J. “Wah makasih nih, Pak…” ku raih tangan Pak Sucipto dan Pak Arief, dan ku cium punggung tangan beliau berdua bergantian.
“Iya ya , Nak…. Selamat untuk kamu” ucap Pak Sucipto penih wibawa.
“Ada masalah, Pak?”
“Begini, Nak… pihak universitas te;ah melihat hasil belajar kamu selama bersekolah di SMA ini…”
“Dan?”sahutku tak sabar.
“Mereka menawarimu untuk masuk dalam bidang kedokteran. Apa kamu berminat untuk masuk dalam bidang itu? Asal kamu tahu, Nak. Bapak sangat mendukung jika kamu masuk dalam bidang itu”
“Begitu pula dengan Bapak, Pramana. Bapak sangat mendukung tawaran itu. Ini kesempatan emas buatmu, Nak…” tambah Pak Sucipto.
“Biar saya pikirkan dahulu, Pak” jawabku sekenanya.
“Baik baik… bapak beri kamu waktu sampai awal bulan depan”
“Terimaksih, Pak”
“Sekarang kamu bisa kembali, Nak”
“Permisi, Pak..”
*****

30 Mei 2011
Kedokteran? Aku benar-benar tak yakin akan tawaran itu. Aku sama sekali tak tertarik dalam bidang itu. Namun Pak Arif benar juga, ini kesempatan besar buatku. Aku harus bagaimana?
Masih dibawah pengaruh rasa bingung yang tak karuan, ku buka laptopku. Ingin ku hilangkan semua penatku. Ku gerakan jemariku merangakai sebuah URL yang sedang digandrungi remaja sebagian besar, www.facebook.com. Setelah melaluiproses log in, aku telah sampai pada beranda dunia mayaku. Betapa terkejutnya aku saat kulihat akan adanya puluhan pesan dan pemberitahuan pada akun facebook-ku. Dan…. Itu semua dari Pritha.
Dia kembali… pantaskah aku mengatakan kata ‘kembali’ untuk munculnya kabar dari Pritha? Huh, aku tak tahu.
“Pramanaaaaaa… toktoktok” suara Ibu buyarkan lamunan ku yang tak karuan. “Ada Nak Pritha di depan…. Temuin gih,,,”
“Apa? Pritha?” batinku. “Iya, Bu… bentar…” sahutku kemudian. “Pritha muncul setelah sebulan lebih menghilang…sebenarnya apa yang dia inginkan?” batinku masih tak percaya.
. . . . . .
“Hai, Pram….” Sapa Pritha saat aku baru muncul dari balik tembok. Aku masih tak tahu apa yang harus ku katakan padanya. Haruskah rasa marah dan kecewa atas hilangnya kabar darinya secara tiba-tiba, yang ku tunjukan? Atau, haruskah ku tumpahkan segala rasa rinduku padanya dan mengenyampingkan semua kecewaku?
“Ngapain lo kesini?” tanyaku begitu saja.
“Sory Pram,… aku…”
“. . . .”
“Aku ada keperluan ama keluargaku di luar kota. Dan itu mendadak banget. Dan aku—“
“Nggak bisa pamit atau ngasih kabar kek?!” potongku, kesal.
“Em… Aku…”
“Kenapa? Apa susahnya sih, Tha?? Gue kecewa ama lo!!”
“Pram,… aku,,,” dia hanya menangis. Air matanya mengalir deras dari kedua pelupuk matanya. Huh, aku membenci pemandangan ini, melihat Pritha menangis.
“Udah lah, Tha! Kalo Lo uda nggak mau kita sahabatan lagi, bilang aja. Nggak usah kaya gitu, ngilang nggak ada kabar. Sms, e-mail, telpon nggak ada yang lo respon.” Ucapku mencak-mencak.
“Pram,…” suaranya melemah. Wajahnya yang sedari tadi pucat, makin memucat kini. Air matanya terus mengalir.
Dia menangis.
Aku kian terbakar api emosi.
“keluar dari sini!” ucapku padanya dengan nada lebih rendah dari sebelumnya.
“Pram,… aku—“
“PERGI!!!” bentakku kemudian.
Aku berbalik. Berharap Pritha tak mengetahui akan air mataku yang mulai meluncur mulus di pipiku. Berharap Pritha segera menghilang dari rumahku. Masih ku dengar isaknya untuk beberapa lama. Kemudian, ku dengarkan langkah kaki yang gontai menjauh dariku. Pritha pergi…. Entah dia akan kembali atau tidak,… aku tak tahu…
Aku masih berdiri terpaku di sini. Di tempat, dimana aku telah mengusir Pritha, sahabatku. Potongan-potongan episode saat aku bersama dia bermain dalam memoriku. Bagai film yang tengah di putar pada layar besar, begitu cepat. Gambaran akan kebersamaanku dengan Pritha teramat jelas terlihat dalam anganku. Haruskah semua kenangan iindah itu berakhir sampai disini?
“Prithaaaaaaaa” ku teriakkan namanya sekeras mungkin, berharap dia akan berhenti menjauh dari rumahku. Ku balikan tubuhku, segera aku berlari menyusulnya.
“Tha…” ku tangkap sosoknya yang kian menjauh dari pintu utama rumahku. “Prithaaaaaaaa” kali ini ku teriakkan namanya lebih keras lagi.
Dia berhenti.
Aku pun berhenti berlari.
Dia berbalik.
Aku melangkah mendekatinya.
Dia menatapku.
Aku pun menatapnya.
“Tha…” ucapku dengan napas tersengal.
“Pram,…. Aku—“
“Maafin aku ya, Tha..” ku raih tubuhnya dan menariknya dalam dekapan tubuhku.
“Maaf,…Maaf Pram…” ucapnya sambil terisak dalam dekapanku.
“sssst…..” ku letakkan telunjukku pada bibirnya yang pucat. “Udah,.. udah…semua udah berlalu. Aku yakin kamu punya alasan yang kuat untuk kepergian kamu. Em,,,,,aku ada kabar baik nih,,,”
“Oh ya… apa?” ucap Pritha sambil mengusap garis air mata di pipinya.
“Aku dapet beasiswa, Tha….”
“Oh ya? Waw, selamat yaa…” ucapnya girang sambil memelukku. “Hebat kamu…jurusan apa?”
“Itu masalahnya… aku bingung. Mereka nawarin aku di bidang kedokteran.. kamu tahu kan, aku kurang ada minat dalam bidang itu—“
“keputusan kamu gimana?”
“. . . “ aku hanya dapat mengangkat bahu.
“Kamu tanya sama hati kamu” ucapnya sambil menunjuk dadaku, menunjuk dimana hati kecil berada
“ :) makasii, Tha. Lo emang yang terbaik…”
“:)”
“Ntar malem aku mau traktir kamu makan. Oke? Buat ngerayain ini. Ntar aku jemput deh. Gimana?”
“Nggak usah jemput lah. Nanti aku usahain ya, Pram…. Aku pulang dulu, tadi aku bilang ke Mama nggak bakal lama-lama soalnya.. Assalamu’alaikum”
“okeh. See you later, girl!! Jam 7 yah… Ati ati. Wa’alaikumsalam”
*****

20.00
Satu jam lebih aku mematung di sini. Ku lirik jam tanganku, berharap waktu berhenti detik ini juga. Ingin ku berikan kesempatan pada Pritha untuk dapat hadir di sini tepat waktu. Tapi….. lagi lagi ia tak tepat waktu. Lagi lagi ia tak memberikan kabar padaku. Ada apa lagi dengannya? Akankah dia menghilang lagi?
Jarum jam menunnukan pukul 20.45. Seharusnya kami telah berkumpul, menghabiskan waktu bersama dengan senda gurau, dengan tawa, dengan kegembiraan. Tapi…. Yang ada hanya aku yang sendiri, dalam hening, dalam sepi.
21.00
Ku putuskan untuk kembali ke rumah seorang diri. Seharusnya aku melangkah pergi dari tempat ini berdua. Mengantar Pritha pulang, karena hari telah larut. Semua tinggal rencana….. lagi lagi Pritha mengingkari janjinya. Janji untuk datang pada malam ini. Janji untuk selalu memberi kabar akan suatu halangan yang terjadi padanya. Lagi lagi Pritha telah membuatku kecewa.
****

Juni 2011
 “Pram,… ada yang nyari tuh!!” seru Rendra kawanku dalam satu tim basket.
“Siapa?”
“Tuh” ucapnya sambil menunjuk seorang gadis bermbut panjang dan berwajah pucat.
“Pritha?”
“. . .”Rendra hanya mengankat bahu. “Cantik loh, tapi sayang wajahnya pucet banget. Temuin sono”
. . . .
“Ngapain lo di sini?” ucapku kesal saat sampai di hadapannya.
“Aku tau hari ini kamu ada jadwal latihan basket. Jadi aku langsung ke sini aja. Dan ternyata tebakan aku bener, kamu ada di sini”
“Pulang sana! Aku sibuk!”
“Kamu marah?” dia bertanya dengan wajah polosnya. “Pram, ….aku--”
“Peduli apa Lo!! Pulang sana, gue nggak butuh temen kaya Lo!! Muna!”
“Aku bisa jelasin, Pram… malam itu aku—“
“Kenapa? Lo nggak bisa dateng karena jam di rumah lo mati lagi? Hape lo low batt, jadi lo nggal bisa sms buat ngasih kabar ke gue?!” omelku panjang lebar padanya. “Udah deh…. Gue capek!! Nggak sekali lo kaya gini”
“Pram..aku—“
“Dan lo juga tahu kan, gue paling nggak bisa toleran ama orang muna kaya Lo!!!!”
“Tapi, aku punya alasan untuk ini, Pram!!! Dengerin dulu penjelasanku—“
“Udah jelas semua!!!” potongku dengan nada suara yang kian naik. “PERGI LO!!! Enek gue ngeliat lo di sini!!” kata-kata jahat itu keluar tak terkendali dari mulutku. “PERGI!!!”
Aku berbalik dan segera melangkah pergi menjauh dari Pritha. Berharap kali ini aku tak akan berbalik dan mengejarnya seperti dulu. Hatiku terlanjur luka dan bernanah. Aku benar-benar kecewa.
. . . . .
---beberapa menit kemudian---
“Pram… pram praaam…..” Dudi tergopoh gopoh ke arahku yang sedang asyik berkeluh kesah dengan bola basket.
“Ngapain?” jawabku malas.
“Cewe tadi... cewe yang barusan lo temuin—“
“Kenapa lagi?” potongku cepat. “dia balik lagi? Maksa pengen ketemu gue lagi? Usir aja! Bilang gue lagi sibuk. Repot amat!”
“Eh…. Bukan!!! Denger dulu!!” bantahnya. “Dia pingsan!!”
“hah..” sahutku dengan mata melotot dan hati yang kaget bukan main. “Dimana?”
“Di gerbang depan. Anak-anak lagi ngerubungin dia tuh”.
Segera ku berlari menuju TKP.
Tubuh gadis itu terbujur lemah. Wajahnya kian pucat. Mengalir darah segar dari kedua lubang hidungnya. Orang-orang di sekitarnya hanya terdiam, asyik menonton penderitaanya. Segera ku raih tubuhnya. Ku periksa denyut nadinya. Kian melemah. Pun kulitnya kian terasa dingin.
“Apa yang kalian lihat hah? Panggil ambulans!!! CEPAAAAT!!!!” ucapku mencak mencak tak karuan.
“Pritha……… bertahanlah…..” bisikku padanya lemah.
*****

“Apa? Kanker otak?” aku tercengang. Pritha tidak mungkin mengidap penyakit itu. Aku tahu dia orang yang kuat. Tuhan….. “Kenapa dia nggak cerita? Kenapa…. Aku nggak pernah tahu tentang ini?”
“Maafkan tante, Sayang. Pritha sangat sayang sama kamu. Dia melarang tante dan om untuk cerita penyakit ini ke kamu. Dia nggak pengen kamu khawatir, Nak” jelas Tante Vivi dengan nada yang sengaja dibuat tenang.
“Separah apa kankernya?”
“Sudah stadium akhir. Sebulan yang lalu kami mencoba untuk menjalani terapi diluar negeri. Namun, pihak kesehatan di sana sudah menyerah, Nak. Terlambat bagi kami untuk melawan kanker di tubuh Pritha. Sesampainya kami di rumah, Pritha langsung merengek memaksa untuk datang ke rumahmu, Nak. Alhasil, beberepa malam lalu tubuhnya kembali melemah. Kondisinya drop. Tadi pagi, saat dia sadar dan agak membaik, dia memaksa agar diantar ke tempat latihan basket tempat kamu biasa latihan. Dia bilang, dia ada janji sama kamu. Tante nggak yakin untuk ngijinin dia ketemu kamu, tapi dia memaksa. Dan sekarang………” tante Vivi terisak. Kalimatnya terhenti. Airmuka yang tadi Nampak tegar, kini berubah menjadi sesal.
Satu demi satu kejadian yang ada di ceritakan Tante Vivi dengan rinci meski diselai dengan isak tangis yang kunjung henti dari beliau. Semua seakan terputar kembali, bagai sebuah film kelam yang sama sekali tak ingin ku saksikan namun terus ku bayangkan.
“Sabar ya, Te. Pritha itu orang yang kuat. Tante tahu itu kan?” hiburku pada tante Vivi seadanya.
“Semoga saja, Nak. Dia sudah cukup lama menderita karena kanker ini. Sudah hampir 9 tahun yang lalu. Dulu sempat pulih, dan dokter sudah menyatakan dia sembuh. Tapi…… kanker itu muncul lagi…… :(” Tante Vivi tenggelam dalam isakan tangisnya yang pilu.

Papa Pritha terdiam.
Aku pun tertdiam, terduduk lesu penuh sesal. Mengalir air mataku yang seakan percuma. Karena aku telah gagal melindungi Pritha. Gagal menjaga Pritha.

Kini aku tak tahu harus berbuat apa. Inginku putar kenbali waktu. Ingin ku cabut semua kata-kata kasarku pada Pritha. Ingin ku hapus semua prasangka burukku akan dia. Aku hanya bisa berlari. Membawa diri ini untuk menjauh dari badan Pritha yang masih dalam kondisi kritis. Aku ingin terus berlari, berharap menemukan sebuah jawaban atas segala segala rasa yang kini berkecamuk dalam dada.

Tiba-tiba langit mendung. Tetes-tetes air langit turun basahi tanah bumi. Gemuruh bergelegar, saling bersautan seakan alam sedang marah. Apakah sang alam marah padaku atas Pritha? Terkutukkah aku sudah?
. . .
“Tuhan….. kenapa Engkau gariskan ini terjadi padaku??????” teriakku tak jelas, sesampainya aku pada suatu tempat yang dahulu sering ku kunjungi..
“Kenapa Engkau biarkan  ini terjadi dalam hidupku untuk yang kedua kalinya, Tuhan? Belum cukup Engkau hancurkan hati ini dengan kepergian Findha??!!! Kenapa sekarang Pritha juga harus mengalami hal yang sama dengan halnya Findha?? Apa aku tak boleh bahagia, Tuhan? Apa aku memang tak pantas untuk mencintai dan dicintai oleh orang-orang istimewa seperti mereka?”
Aku tahu ini salah. Tak seharusnya aku menyalahkan kuasaNya yang Mahaagung. Tapi, harus dengan siapa lagi aku mengadu kini?
“Findha, lo tahu kan gimana hancurnya hati gue saat lo emang harus ninggalin gue untuk selamanya?” tanyaku pada pusara yang ada di hadapanku. “Sekarang, gue harus ngalamin lagi yang namanya kehilangan orang yang gue sayang, Dek…”
Aku hanya dapat terus terisak. Terus tenggelam dalam banjiran airmata di bawah guyuran hujan. Terus berkeluh kesah akan semua sakit yang ku rasa, pada pusara di hadapanku. Pusara yang bernisankan “Findha”. Sosok teristimewa dalam hidupku. Adikku…..
*****

29 Desember 2011
“Kamu pinter banget menyembunyikan semua ini dari aku. Dasar anak nakal!” ucapku pada sosok yang masih enggan membuka kedua matanya. Ia masih lelap dalam tidurnya yang panjang. Meski demikian, aku beserta keluarga Pritha yakin, Pritha pasti akan bangun dari lelapnya. Bangun untuk kembali tersenyum. Senyum yang mampu untuk membuat sang mentari malu dan selalu ingin bersembunyi di balik awan.
“Kamu tahu kan hari ini adalah hari yang kamu tunggu setahun yang lalu. Tujuh tahun persahabatan kita. Kamu juga tahukan, sekarang aku uda kuliah di bidang kedokteran. Apa kamu nggak pengen tau ceritaku waktu di kampus? Seru banget, Tha!” aku terus mngoceh sendiri. Entah, orang-orang di sekitarku telah menganggapku gila atau tidak. Tak peduli, yang terpenting Pritha segera sadar dan dapat kembali tersenyum. Walau matanya terpejam, aku yakin mata hati Pritha mampu merasakan semuanya.
Ku letakkan tangannya di atas kepalaku. Ke genggam erat tangnnya yang dingin. Ku cium punggung tangannya dengan penuh rindu, penuh sesal.
“Selamat hari persahabatan, Tha. Seven years of our love” bisikku sambil kembali mencium punggung tangannya.
Ku benamkan tubuhku dalam lipatan tanganku. Inginku pejamkan mata, dan menemuinya dalam alam bawah sadar. Mencari bayangannya dalam tiap kenangan yang terus mengaduk-aduk otakku.
. . . .
---pukul 21.00---

“Pram…..”
Suara itu terdengar lemah. Suara yang hampir hilang dari pendengaranku 7 bulan lalu. Suara dari sosok yang ku rindu, . . . . . . . .Pritha.
“Kamu udah sadar?” responku spontan. “Biar aku panggil dokter yah, kamu tunggu bentar disini”
“Pram,…” ucap Pritha sambil memegang pergelangan tanganku, menghentikan langkahku.
“Nggak usah. Aku baik kok. Aku lagi nggak pengen dapet ceramah dari dokter. Aku mohon..” ucapnya masih dengan lemah.
“Oke”. Ucapku patuh. “Aku akan kabarin Mama dan Papa kamu-“
“Pram…” kembali Pritha menatapku dalam. Ia menggeleng. “Aku nggak mau ngerepotin mereka”
“ya ya ya” jawabku setengah kesal.
“Makasi :)” ucapnya sambil nyengir.
“Lo tidurnya lama amat, kaya kebo—“ ucapku membuka perbincangan pertama kami setelah hampir 7 bulan kami mematung dalam perbincangan sunyi.
“Oh ya?”potongnya, berusaha memberi respon yang baik.
“Tapi…. Lo kebo paling cantik di dunia, Tha.”
“Gombal Lo!”
“Aku masuk kedokteran” bisikku.
“Selamat, Pram :)” senyumnya mengembang di bibirnya. Senyum yang selama ini aku rindukan. “Selamat hari persahabatn, Pram” lanjutnya lirih.
“Selamat juga buat kamu, Tha” dapat ku lihat senyumnya terus mengembang dalam wajah pucatnya. Senyumnya bagai bintang pagi yang indah.
“Sekarang tanggal berapa?” tiba-tiba dia bertanya demikian.
“29 Desember :)”
“Oh ya? Waktu berjalan cepet banget ya selama aku nggak sadar..”
“Kan aku uda bilang kamu tidur kaya kebo” godaku
“Aku pengen ke taman, Pram. Bukannya kita uda janji untuk pergi ke taman ditahun ke-tujuh persahabatan kita?”
“lo nggak lupa, Tha :). Makasii” batinku “Udah malem, Tha. Kamu juga baru sadar. Besok aja yah”
“Ayolah, Pram….. semua akan beda kalau besok. Bukannya kamu juga udah janji?” rengeknya manja
“Nggak, Tha!!”
“Pram,…. Please”
“Diluar hujan, Tha”
“Aku takut aku nggak punya waktu banyak untuk ini, aku—“
“Lo ngomong apa sih? Kesempatan kita masih panjang” potongku karena risih akan kalimat yang belum terselesaikan oleh Pritha.
“Pram,…” ku lihat mata beningnya mulai tergenangi air mata.
Ini adalah kelemahanku. Aku paling tak tega jika harus melihat seorang sahabatku seperti itu. “Oke, karena angka 7 merupakan angka bagus dan katanya sih membawa keberuntungan, aku anter kamu. Tapi inget, kamu juga harus sesuain sama kondisi kamu” jawabku kemudian.
“Oke, nanti kalau aku uda nggak kuat. Aku bakal ngelambai’in tangan kok :D”
“Snting lo! Aku percaya kamu :)”
“:)”
****
. . .
-pukul 23.45-

Hujan masih belum reda, makin deras malah. Aku dan Pritha masih mematung memandangi tiap tetes air langit yang turun, kemudian mengembun pada kaca mobil. Kami berhasil sampai di taman ini dengan usaha yang tak mudah. Malam ini aku telah melakukan satu tindak criminal. Menculik anak orang, sekaligus membawa kabur pasien rumahsakit yang baru sadar dari koma.
“Hujannya nggak kunjung reda. Mending kita balik aja yah. Besok kita ke sini lagi” ucapku pada Pritha yang sedang asyik melukis pada kaca mobil dengan embunan air yang ada.
Dia bebalik menatapku. Dia diam dalam beberapa saat. “15 menit lagi hari ini akan berakhir Pram”
“Justru itu, Tha. Mending kita pulang. Hari udah makin malem dan ini sama sekali nggak baik buat kondisi kamu, Tha”
“Karena hari tinggal 15 menit lagi, ayo kita turun dari mobil dan kita langsung menuju ke rumah pohon. Akan menyenangkan walau waktu kita nggak banyak” ucap Pritha seakan tak mendengar apa yang aku katakan sebelumnya.
“Tha,… lo dengerin gue ngggak sih?” protesku pada Pritha yang sedari tadi terus menerawang jauh dan terus berbicara tanpa melihat aku.
“Pram…. Waktu terus berjalan. Waktu kita nggak banyak” ucapannya seakan menandakan bahwa ia benar-benar  tak memperdulikan setiap ucapanku. “Ayo, Pram…..” lanjutnya dengan nada memaksa. Setetes bulir bening meluncur mulus dari hulu pelupuk matanya.
“Tha,… came on…dengerin aku” paksaku sambli menarik tangannya.
“Please,…”  ucapnya melemah. Tetes airmata berikutnya menyusul jatuh dari pelupuk matanya.
“Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa Tha. Cuma itu.”
“Aku akan baik-baik aja, Pram. Aku yang tahu seberapa kuat aku bisa bertahan dari semua ini”
Ku tarik napas panjang. Berusaha untuk dapat memutuskan yang terbaik, tadi aku sudah mengalah untuk nekat membawa kabur Pritha ke taman ini, dan sekarang…..
“Okelah, Ayo” kubukakan pintu mobil untuknya.
“:) thanks, boy”. Ucapnya senang, tentu dengan sebiah senyum yang sempat hilang selama beberapa bulan lalu.
Sesaat kemudian ia tampak bingung. Sepertinya ada masalah dengan kakinya. “Bisa bantu aku untuk sampai ke rumah pohon?” tanyanya ragu dan sungkan.
“Ow,.. withpleasure Princess,…:)” ku raih tubuhnya dan ku bopong dia. “Lo makin berat ya, harusnya tambah enteng!! Dasar kebo!!”
“Sialan lo!! Sini biar aku pegang payungnya” tawarnya padaku.
Angin bertiup makin kencang. Pun hujan tak lekas untuk sekejap menghentikan tiap tetes yang ada. Hal ini makin memberatkan langkahku dan Pritha untuk dapat sampai di rumah pohon kami.
“Aaahh,…” Pritha memekik kaget saat tiba-tiba payung yang dibawanya terbawa tiupan angin. ‘Pram,… maaf.. payungnya…” ucapnya dengan suara makin lemah yang beradu dengan derasnya suara hujan.
“tenang, Tha. Bentar lagi kita sampe” ucapku tergopoh-gopoh.
Ku percepat langkahku. Tubuhku sudah kuyup, begitu pula Pritha. Melihat wajahnya yang kian memucat, aku makin khawatir dan merasa serba salah.
. . .

“Kita udah sampe, Tha” ucapku pada Pritha yang tampak kian lemah di pangkuanku. Wajahnya kian memucat. Guyuran hujan makin membuatnya lemah.
“makasii, Pram…” ucapnya sambil meraba ukiran tulisan yang ada di pohon Mahoni milik kami. “Makasii kamu udah mau temenin aku, jaga aku—“
“Tha,… udah… :)” ku tatap matanya yang bulat nan penuh akan ketulusan cinta. Ia tetap menggigil walau sudah mengenakan jaket miliknya. Ku kenakan jaket ku untuk melapisi tubuhnya yang kuyup. “Aku seneng banget bisa kenal dan bersahabat ama orang kaya kamu”
“nggak kerasa ya, udah tujuh tahun kita sama-sama. Rasanya baru kemarin, tapi kenapa ya rasanya hari ini semuanya akan berakhir—“
“Sssstttt,…… ku letakkan telunjukku pada bibirnya yang pucat dan gemetar. “Waktu kita masih panjang” bisikku pilu.
“Aku harap, Pram” ucapnya lelah sambil menarik masuk tubuhnya dalam dekapanku. “Maaf kalau selama ini aku nyembunyiin masalah ini ke kamu. Aku udah nggak jujur ke kamu”
Ku peluk ia erat. Semakin lama semakin ku eratkan dekapanku padanya. Dan makin terasa pula tubuhnya yang kian melemah dan gemetar. “Tha, kita balik yah. Inget ama janji kamu buat jaga kondisi kamu”
“Nggak, Pram,….” Ia menggeleng di dadaku, dalam dekapanku. “Semenit lagi, Pram… hanya tinggal semenit hari ini akan berakhir.. tetaplah seperti ini. Jangan lepaskan semua ini, Pram.” Ucapnya makin lirih dan lelah dari sebelumnya.
Ku rasakan kulitnya yang kian dingin dalam genggaman tangannya. Ku eratkan pula dekapanku pada tubuhnya, hanya berharap agar ia masih bisa merasakan hangat. “Jangan tinggalin aku kaya Findha ya Tha”
“Nggak, Pram. Nggak akan.” Ucapnya pelan. “Dan asal kamu tahu, Findha nggak pernah ninggalin kamu, dia selalu ada di sisi kamu. Dia bener-bener adek yang istimewa, Pram. Seperti kata-kata kamu dulu”
“Iya,… dia istimewa” ucapku dengan linangan airmata yang mulai jatuh. “Sama istimewanya sama kamu, Tha :)” ucapku pahit. “Aku sayang sama kamu, Tha”
“J aku juga, Pram” ucapnya sambil menatap mataku dalam. “Aku sayaaaang banget sama kamu :)” ujarnya sambil beruaha tersenyum wajar. Meski tetap saja senyumnya makin menambah pahit luka hati ini.
“I love you” bisikku.
“really?”
“I do. You’re a special one in my life. My best friend. You never be changed in my heart” lanjutku padanya.
“I’m great to hear that :). I love you too, boy. You’re the best in my life. Kamu anugrah paling indah, Pram.”
Ku dekap tubuhnya. Aku tak kuasa lagi untuk menatap matanya lebih lama. Tak memiliki daya untuk mendengarkan setiap kata yang diucapnya lirih dan lelah. Ingin terus ke peluk ia. Tak ingin melepaskannya. Seakan, jika aku melepaskan dekapanku ini, maka aku akan kehilangan semuanya. Kehilangan untuk selamanya.
Ku lirik jam tanganku. Waktu telah menunjukan pukul 00.00 Tepat tengah hari. Jika sang jarum jam bergeser sepersekian detik saja, maka hari bahagia bagi kami ini berakhir sudah. Bersamaan dengan berjalannya sang waktu dan bergantinya hari, hujan pun mereda , berganti dengan rintik gerimis yang turun. Angin yang tadinya bertiup kencang, kini menjinak berganti dengan tiupannya yang sepoi menenangkan.
“Tha,… ayo balik ke rumah akit. Hari udah berganti. Inget kondisi kamu” ucapku memecah sunyi saat ku lihat sang waktu menunjukan pukul 00.01
“. . . “
“Tha,…????” ucapku diterjang berjuta tanya. Ku tarik ia dari dekapanku. “Tha….????”
Wajahnya tampak sangat pucat. Bibir merah mudanya, membiru. Kulit tubuhnya terasa dingin. Sangat dingin. Tubuhnya tak lagi gemetar seperti tadi. Terkesan tak kuasa bergerak malah.
“Tha…….” Ucapku sambil mengguncang ringan tubuhnya. “Kamu udah janji untuk nggak ninggalin aku, kan? Tha?”
Ku periksa denyut nadinya yang terasa amat lemah. Ku lakukan pertolongan pertama sederhana. Ku tekan dadanya perlahan, untuk memancing reaksi dari detak jantungnya.
Tak lama, ia membuka matanya.
Ia tersenyum.
“Pram,…..”
“Sssst,…. Udah. Sekarang aku bawa kamu ke rumah sakit.”

Ia mengangguk pelan. “Aku bahagia banget malam ini.” Ucapnya lelah terbata. “Pram,… maaf aku—“

Ia tak mampu melanjutkan kata-katanya. Dan pada detik itu pula, tarikan nafasnya memberat, denyut nadinya melemah, dan,………
“PRITHAAAAAAAAA!!!!!!!” aku tak mampu melakukan apapun. Ia pergi. Menyusul Findha di sana. “TUHAAAAAAANNNN,…..”
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’uun” ucapku pasrah. Ku kecup kenignya sebagai tanda kasih dan cintaku padanya. Mungkin adalah kesempatan terakhirku untuk dapat terus manatap mata bulatnya, mendekap erat tubuh kurusnya.
Angin sepoi-sepoi seakan tak mampu membawa duka ini pergi. Dinginnya Angin malam yang menusuk tulang, seakan tak mampu saingi kepedihan dan kepahitan hati ini. Pritha pergi. Separuh jiwa dan hatiku turut pergi bersamanya. Akankah semua cerita yang ada pun akan pergi bersamanya??
*******